Skip to main content

KARYA ILMIAH PENGARUH PENYIMPANAN TERHADAP VIABILITAS BENIH KEDELAI

PENGARUH PENYIMPANAN TERHADAP VIABILITAS BENIH KEDELAI (Glycine max L. Merril)

 

 

KARYA ILMIAH

 

JONI KURNIAWAN    

                                      D1A014082

           

 

imagesIHHJH.jpg

 

 

 

 

 

 

 

 

PROGAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2017

KATA PENGANTAR

 

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya, terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya tanpa ada hambatan yang berarti.

Karya ilmiah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah tekhnologi benih di program studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Karya ilmiah ini dibuat dengan berbagai sumber pencarian informasi dalam jangka waktu tertentu sehingga menghasilkan karya yang bisa dipertanggungjawabkan hasilnya. Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak terkait yang telah membantu dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan Karya Ilmiah.

Dengan adanya penyusunan karya ilmiah ini penulis berharap memberikan banyak manfaat tidak hanya bagi penulis tapi juga bagi mahasiswa atau dosen lain sebagai pengkayaan wawasan tentang materi terkait. Selain itu semoga dengan adanya karya ilmiah ini dikemudian hari dapat digunakan sebagai referensi bagi siapa pun yang berkepentingan.

Penulis menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada Karya ilmiah ini. Oleh karna itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Terima kasih, dan semoga laporan ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semua.

                                                                                         11 Maret 2017

 

 

                                                                                    Penulis

 

 DAFTAR ISI

 

Halaman Muka.................................................................................................... x

Kata pengantar.................................................................................................... 1

Daftar Isi............................................................................................................. 2

Bab I  (Pendahuluan).......................................................................................... 3

1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 3

Bab II ( Tinjaun Pustaka )................................................................................... 6

Bab III ( Metode penulisan)............................................................................... 20

Bab VI ( Hasil dan Pembahasan)........................................................................ 22

Bab V ( Penutup)................................................................................................ 26

Daftar Pustaka.................................................................................................... 28

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Selain itu, kedelai juga merupakan tanaman palawija yang kaya akan protein, sehingga mempunyai peran yang sangat penting dalam industripangan dan pakan. Sebagai sumber protein yang murah, konsumsi kedelai akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Konsumsi kedelai saat ini rata-rata sekitar 8,97 kg/kapita/tahun, dan kebutuhan kedelai dalam negeri saat ini sekitar 1,95 juta ton. Selama periode 1988-1998, rata-rata impor kedelai Indonesia sekitar 300.000 - 700.000 ton per tahun, namun sejak tahun 1999 hingga saat ini, mengalami peningkatan hingga mencapai 1,1 juta - 1,3 juta ton per tahun. Kalau pada tahun 2004 produksi dalam negeri hanya sebesar 723 ribu ton, maka masih diperlukan impor kedelai sebesar 1,15 juta ton (Balitbangtan, 2005).Melalui berbagai upaya  peningkatan  produksi,  swasembada  kedelai diproyeksikan dapat dicapai pada tahun 2015, dengan asumsi peningkatan produksi sekitar 12 persen per tahun. Peningkatan produksi yang cukup tinggi ini sangat dimungkinkan, mengingat pada awal tahun 1990-an Indonesia mampu memproduksi kedelai hampir 2 juta ton. Saat ini di Indonesia rata-rata hasil kedelai baru mencapai 1.096 ton/ha, hal ini berarti masih dibawah potensi hasil kultivar unggul nasional yaitu sebesar 1,6 – 2 ton/ha (Syarifudin Baharsyah, 1990). Faktor-faktor yang menyebabkan masih rendahnya hasil kedelai tersebut diantaranya masih rendahnya tingkat penggunaan teknologi budidaya kedelai, antara lain penggunaan benih yang tidak berkualitas dan tidak unggul

Benih bermutu varietas unggul merupakan salah satu sarana produksi yang menentukan produktivitas kedelai. Dalam penyediaan benih kedelai bermutu, industri benih memegang peranan penting. Kenyataannya, produsen benih nasional maupun penangkar lokal belum banyak berperan. Berbeda dengan komoditas padi dan jagung, usaha perbenihan kedelai masih tertinggal, petani lebih banyak memakai benih dari hasil panen pada pertanaman sebelumnya. Dari total areal pertanaman kedelai, penggunaan benih bersertifikat kurang dari 10% . Hal ini merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas kedelai nasional.

Menurut Justice dan Bass (1994), ketersediaan benih yang bermutu tinggi merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha di bidang pertanian, termasuk dalam budidaya kedelai. Ketersediaan benih tepat waktu, tepat jumlah, tepat harga, tepat mutu, tepat lokasi dan tepat varietas masih menjadi kendala ditingkat petani, sehingga berakibat penggunaan benih bermutu masih sangat terbatas. Untuk memperoleh benih yang baik tidak terlepas dari suatu rangkaian kegiatan teknologi benih yaitu mulai dari produksi benih, pengolahan benih, pengujian benih, sertifikasi benih sampai penyimpanan benih.

Salah satu faktor pembatas produksi kedelai di daerah tropis adalah cepatnya kemunduran benih selama penyimpanan hingga mengurangi penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih sering dilakukan beberapa waktu sebelum musim tanam sehingga benih harus disimpan dengan baik agar mempunyai daya tumbuh yang tinggi saat ditanam kembali.

Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-anngsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisisologis yang disebabkan oleh faktor dalam. Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan (field emergence), terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman (Copeland dan Donald, 1985). Kemunduran benih kedelai selama penyimpanan lebih cepat berlangsung dibandingkan dengan benih tanaman lain dengan kehilangan vigor benih yang cepat yang menyebabkan penurunan perkecambahan benih. Benih yang mempunyai vigor rendah menyebabkan pemunculan bibit di lapangan rendah, terutama dalam kondisi tanah yang kurang ideal. Sehingga benih kedelai yang akan ditanam harus disimpan dalam lingkungan yang menguntungkan (suhu rendah), agar kualitas benih masih tinggi sampai akhir penyimpanan (Viera et. al., 2001).

Penyimpanan benih merupakan salah satu penanganan pascapanen kedelai yang penting dari keseluruhan teknologi benih dalam memelihara kualitas atau mutu. Menurut Harnowo et. al. (1992) benih kedelai relatif tidak tahan disimpan lama, sehingga penyimpanan berpengaruh terhadap mutu fisiologis dari benih kedelai. Penyediaan benih dari dan untuk petani bagi musim tanam berikutnya sering harus mengalami penyimpanan terlebih dahulu, sehingga upaya merekayasa penyimpanan benih untuk memperoleh benih kedelai bermutu sangat diperlukan. Oleh karena itu, perlu teknologi penyimpanan yang baik agar vigor dan viabilitas benih tetap tinggi pada saat tanam sehingga diperoleh pertumbuhan dan hasil yang baik. Menurut Byrd (1983), kemunduran benih adalah semua perubahan yang terjadi dalam benih yang mengarah ke kematian benih.

1.2  Tujuan

Adapun tulisan ini bertujuan untuk menguraikan hubungan penyimpanan benih kedelai dengan kemunduran benih dan beberapa faktor yang mempengaruhi viabilitas benih kedelai dalam penyimpanan.

 


 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1 Botani Tanaman Kedelai

Kedelai termasuk kedalam famili leguminosae sub famili papionadeae dan genus glycine. Sesuai dengan aturan botani Internasional, nama yang benar kedelai adalah Glycine max L. Merril. Ini diyakini oleh sebagian ahli taksonomi dan Glycine max diketahui memiliki 40 kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan ( Taksonomi ) diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom                                             : Plantae

Devisio (devisi)                                  : Spermatophyta (tanaman berbiji)

Subdivisio (subdivisi)                         :Angiospermae (biji berada dalam buah)

Kelas                                                   : Dicotiledoneae

Ordo (bangsa)                                     : Polypetales

Familia (suku)                                     : Leguminoceae (kacang-kacangan)

Subfamili                                           : Papillionoideae

Genus (marga)                                    : Glycine

Spesies                                                : Glycine max

Kedelai termasuk kedalam famili leguminosae sub famili papilionadeae dan genus glycine. Sesuai dengan aturan botani internasional, nama yang benar kedelai adalah Glycine max (L). Merril. Secara morfologi, pertumbuhan tanaman kedelai mencakup organ – organ seperti, akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji.

1. Akar dan Bintil Akar

Sistem perakaran tanaman kedelai terdiri dari akar tunggang. Akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang tumbuh dari akar sekunder. Akar tunggang merupakan perkembangan dari akar radikal yang sudah mulai muncul sejak masa perkecambahan. Pada kondisi yang sangat optimal, akar tunggang kedelai dapat tumbuh hingga kedalaman 2 meter. Perkembangan akar tanaman kedelai dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, penyiapan lahan, tekstur tanah, kondisi fisik, dan kimia tanah, serta kadar air tanah. Salah satu dari sistem perakaran tanaman kedelai adanya interaksi simbiosis antara bakteri nodul akar(Rhizobium japonicum) dengan akar tanaman kedelai yang menyebabkan terbentuknya bintil akar. Bintil akar sangat berperan dalam proses fiksasi N2 yang sangat dibutuhkan tanaman kedelai untuk kelanjutan pertumbuhannya (Adisarwanto, 2008).

2. Batang

Pada tanaman kedelai dikenal dua tipe pertumbuhan batang, yaitu determinit dan indeterminit. Jumlah buku pada batang akan bertambah sesuai pertumbuhan umur tanaman, tetapi pada kondisi normal jumlah buku berkisar antara 15 – 20 buku dengan jarak antarbuku berkisar antara 2 – 9 cm. Batang pada tanaman kedelai ada yang bercabang dan ada pula yang tidak bercabang, tergantung dari karakter varietas kedelai, tetapi umumnya cabang pada tanaman kedelai berjumlah antara 1 – 5 cabang (Adisarwanto, 2008).

3. Daun

Daun kedelai hampir seluruhnya trifioliat (menjari tiga) dan jarang sekali mempunyai empat atau lima jari daun. Bentuk daun kedelai bervariasi, yakni antara oval dan lanceolate, tetapi untuk praktisnya di istilakan dengan berdaun lebar (broad leaf) dan berdaun sempit (narrow leaf). Di Indonesia berdaun sempit lebih banyak di tanam oleh petani dibandingkan dengan kedelai berdaun lebar, walaupun dari aspek penyerapan sinar matahari, tanaman kedelai berukuran lebar menyerap sinar matahari daripada yang berdaun sempit. Namun, keungulan tanaman kedelai berdaun sempit adalah sinar matahari akan lebih mudah menerobos di antara kanopi daun sehingga memacu pembentukan bunga (Adisarwanto, 2008).

4. Bunga

Tanaman kedelai memiliki bunga sempurna (hermaphrodite), yakni pada tiap kuntum bunga terdapat alat kelamin betina (Putik) dan kelamin jantan (benang sari). Bunga pada tanaman kedelai muncul/tumbuh pada ketiak daun, yakni setelah buku kedua, tetapi terkadang bunga dapat pula terbentuk pada cabang tanaman yang mempunyai daun. Hal ini karena sifat morfologi cabang tanaman kedelai serupa atau sama dengan morfologi batang utama. Pada kondisi lingkungan tumbuh dan populasi tanaman optimal, bunga akan terbentuk mulai tangkai daun yang paling awal. Dalam satu kelompok bunga, pada ketiak daunnya akan berisi 1 – 7 bunga, tergantung karakter dari varietas kedelai yang di tanam.

Bunga kedelai termasuk sempurna karena pada setiap bunga memiliki alat reproduksi jantan dan betina. Penyerbukan bunga terjadi pada saat bunga masih tertutup sehingga kemungkinan penyerbukan silang sangat kecil, yaitu hanya 0,1%, warna bunga kedelai ada yang ungu dan putih. Potensi jumlah bunga yang terbentuk bervariasi, tergantung dari varietas kedelai, tetapi umumnya berkisar antara 40 – 200 bunga pertanaman. Hanya saja, umumnya di tengah masa pertumbuhannya, tanaman kedelai kerap kali mengalami kerontokan bunga hal ini masi di kategorikan wajar bila kerontokan yang terjadi berada pada kisaran 20 – 40 %. (Adisarwanto, 2008).

5. Buah

Buah atau polong kedelai berbentuk pipih dan lebar yang panjangnya 5 cm, warnah polong kedelai bervariasi, bergantung pada varietasnya. Ada yang berwarnah cokelat muda, cokelat, cokelatkehitaman, putih dan kuning kecokelatan (warna jerami). Disamping itu permukaan polong mempunyai struktur bulu yang beragam, warna bulu polong juga bervariasi, bergantung pada varietasnya. Ada yang berwarna cokelat, abu – abu, cokelat tua, cokelat kuning, dan putih. Polong kedelai bersusun bersegmen – segmen yang berisi biji. Jumlah biji dalam polong bervariasi antara 1 – 4 buah, bergantung pada panjang polong. Pada polong yang berukuran panjang, jumlah bijinya lebih banyak jika dibandingkan dengan polong yang pendek (Cahyono, 2007).

6. Biji

Bentuk biji kedelai tidak sama tergantung kultivar, ada yang berbentuk bulat, agak gepeng, atau bulat telur. Namun sebagian, besar biji kedelai berbentuk bulat telur. Ukuran dan warna biji kedelai juga tidak sama, tetapi sebagian besar berwarna kuning dengan ukuran biji kedelai yang dapat digolongkan dalam tiga kelompok, yaitu biji kecil (< 10 g/100 biji), berbiji sedang ( 10 – 12 gram/100 biji, dan berbiji besar (13 – 18 gram/100 biji) (Adisarwanto, 2008).

2.2 Syarat Tumbuh

Syarat tumbuh tanaman kedelai memerlukan persyaratan tertentu. Persyaratan ini meliputi iklim, suhu, kelembapan, curah hujan, cahaya matahari, dan tanah.

1. Iklim

Beberapa komponen yang penting yang termasuk dalam faktor iklim antara lain, suhu, kelembapan udar, dan curah hujan. Komponen – komponen tersebut baik secara terpisah maupun terpadu sangat menentukan tingkat keberhasilan pertumbuhan tanaman kedelai (Adisarwanto, 2008).

2. Suhu

Suhu udara yang sangat sesuai untuk pertumbuhan tanaman kedelai berkisar antara 25 0C – 28 0C. Akan tetapi tanaman kedelai masih bisa tumbuh baik dan produksinya masih tinggi pada suhu udara di atas 28 0C hingga 35 0C dan di bawah 25 0C hingga 20 0C tanaman masih toleran pada suhu di atas 35 0C hingga 38 0C dan di bawah 20 0C hingga 18 0C. Suhu udara di atas 38 0C dan di bawah 18 0C sudah kurang sesuai lagi untuk pembudidayaan tanaman kedelai. Suhu yang terlalu tinggi maupun rendah akan menghambat perkecambahan dan pertumbuhan tanaman selanjutnya. Suhu yang terlalu tinggi (di atas 400 C ) dapat mematikan bibit. Sedangkan pada suhu yang sesuai, bibit akan tumbuh cepat.(Adisarwanto, 2008).

Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 50-500m diatas permukaan laut dengan suhu optimal antara 25-27ºC dan rata-rata curah hujan tidak kurang dari 2000mm per tahun. Tanaman ini membutuhkan penyinaran yang penuh, minimal 10 jam perhari dengan kelembaban rata-rata 65 persen. Pertumbuhan kedelai optimal diperoleh pada penanaman musim kering, asalkan kelembaban tanah cukup terjamin. Tanaman kedelai ini sangat responsif terhadap pupuk, terutama pada tanah yang miskin unsur hara. Kedelai memerlukan pospat dalam jumlah banyak untuk merangsang perkembangan akar agar tanaman tahan terhadap kekeringan, mempercepat masa panen dan meningkatkan kandungan gizi kedelai.

Di Indonesia, saat ini kedelai banyak ditanam di dataran rendah yang tidak banyak mengandung air, seperti di pesisir Utara Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Utara di (Gorontalo), Lampung, Sumatera Selatan dan Bali (BPPP ( 2006); Anggasari. (2008).

3. Kelembaban

Kelembapan sangat berpengaruh untuk perkecambahan dan pertumbuhan bibit yang baik. Pada tanah yang cukup lembap, perkecambahan benih dan pertumbuhan bibit akan sangat bagus. Akan tetapi jika tanah terlalu lembap, maka perkecambahan dan pertumbuhan bibit akan terhambat, bahkan bibit bisa mati. Pada tanah yang kering, perkecambahan benih dan pertumbuhan bibit jugs kursng bagus. Karena di tanah yang kering akar tidak bisa berkembang dengan baik dan tidak bisa menyerap unsur hara dengan baik. Kelembapan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman kedelai adalah 60%. Dengan kondisi suhu dan kelembapan yang sesuai, maka tanaman dapat melakukan fotosintesis dengan baik pembentukan karbohidrat dalam jumlah yang besar. Dengan demikian, sumber energi tersedia cukup untuk proses pernapasan dan pertumbuhan tanaman, seperti pembentukan batang, cabang, daun, bunga, dan buah (polong), dan pembentukan sel – sel baru lainnya ( Cahyono, 2007 ).

4. Curah Hujan

Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik dan produksinya tinggi memerlukan curah hujan berkisar antara 1.500 – 2.500 mm/tahun atau curah hujan selama musim tanam berkisar antara 300 – 400 mm/tiga bulan. Akan tetapi, tanaman kedelai masih toleran dan produksinya masih cukup baik dengan curah hujan sampai 3.500 mm/tahun dan curah hujan di bawah 1.500 mm/tahun hingga 700 mm/tahun. Hujan yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman kedelai terhambat dan produksinya rendah (Cahyono, 2007).

5. Cahaya matahari

Cahaya matahari sumber energi yang diperlukan proses fotosintesis. Fotosintesis tanaman dapat berjalan dengan baik apabila tanaman mendapatkan penyinaran sinar matahari yang cukup. Bibit kedelai dapat tumbuh dengan baik, cepat, dan sehat, pada cuaca yang hangat dimana cahaya matahari terang dan  penuh.kekurangan cahaya matahari dapat menyebabkan bibit pucat, batang memanjang, kurus, dan lemah. Lahan kedelai harus terbuka (tidak terlindungi oleh pepohonan) (Cahyono, 2007).

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan gejala-gejala yang saling berhubungan. pertumbuhan tanaman ditunjukkan dengan pertambahan ukuran dan berat kering yang tidak dapat balik. Pertambahan ukuran dan berat kering dari suatu organisme mencerminkan bertambahnya protoplasma yang mungkin terjadi baik ukuran sel maupun jumlahnya bertambah. Pertumbuhan protoplasma berlangsung melalui suatu rentetan peristiwa-peristiwa dimana air, karbondioksida dan garam-garam anorganik diubah menjadi bahan-bahan hidup (Harjadi 1984). Menurut Gardner et al (1991) menyatakan bahwa, untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang normal, tanaman memerlukan unsur hara, cahaya, karbodioksida dan air yang cukup. Selanjutnya meningkatnya luas daun menyebabkan laju fotosintesis meningkat karena bertambahnya permukaan luas daun yang menangkap cahaya. Peningkatan jumlah energi cahaya sampai taraf tertentu meningkatkan laju fotosintesis yang berarti fotosintat yang dihasilkan semakin banyak.

6. Tanah

Kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan suptropis. Kedelai dapat tumbuh di tempat yang berhawa panas, di tempat – tempat yang terbuka dan bercurah hujan 1000 – 4000 mm per bulan. Kedelai cocok ditanam di daerah ketinggian 100 – 500 meter diatas permukaan laut.lazimnya, kedelai ditanam pada musim kemarau, yakni setelah panen padi pada musim hujan. Pada saat itu, kelembapan tanh masih bisa dipertahankan. Kedelai memerlukan pengairan yang cukup, tetapi volume air terlalu banyak tidak mengguntungkan bagi kedelai, karena akarnya bisa membusuk.

Kedelai sebenarnya bisa ditanam pada berbagai macam jenis tanah. Tetapi ,yang paling baik adalah tanah yang cukup mengandung kapur dan memiliki sistem drainase yang baik. Perlu diperhatikan, kedelai tidak tahan terhadap genangan air. Kedelai bisa tumbuh baik pada tanah yang struktur keasamannya (PH) antara 5,8 – 7. Tanah yang baru pertama kali ditanam kedelai sebaiknya diberi bakteri Rhizobium. Kedelai akan tumbuh dengan subur dan memuaskan jika ditanam pada tanah yang mengandung kapur dan tanah bekas ditanami padi. Kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah asal drainase dan aerasi tanahnya cukup baik. Tanah–tanah yang cocok yaitu, alluvial, regosol, grumusol, latotosol, dan andosol (Suhaeni, 2007).

Tanaman kedelai mempunyai dua periode tumbuh, yaitu periode vegetatif dan periode produktif. Tanaman kedelai tumbuh subur di daerah tropis, pada tempat terbuka dan tidak terlindung oleh tanaman liar, karena kedelai menghendaki hawa yang cukup panas. Kadar keasaman tanah yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman kedelai pada pH 5,0-7,0. Tanah dengan pH yang lebih besar dari 7,0 akan mengakibatkan klorosis, yaitu tanaman akan menjadi kerdil dan daunnya menguning. Pada tanah dengan pH kurang dari 5,0 akan mengakibatkan keracunan pada tanaman kedelai

2.3 Pengolahan Tanah

Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting bagi manusia. Tanah yang subur adalah tanah yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal melalui penyediaan unsur hara dalam keadaan cukup dan seimbang, sirkulasi udara yang baik dan mempunyai air yang tersedia dalam jumlah yang memadai (Islami dalam Utomo, 1995).

            Menurut Arsyad (1989), pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Pengolahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki aerasi tanah, sehingga perkembangan akar tanaman dalam tanah lebih baik, mengurangi kepadatan tanah, memberantas gulma serta dapat meningkatkan infiltrasi air dan mengurangi evaporasi. Begitu juga Karsono (1991), menyatakan bahwa tujuan pengolahan tanah adalah memperbaiki struktur tanah, menekan pertumbuhan gulma dan mengurangi penguapan air tanah karena terputusnya kapiler-kapiler antar lapisan bawah dan lapisan atas tanah. (PH) antara 5,8 – 7. Tanah yang baru pertama kali ditanam kedelai sebaiknya diberi bakteri Rhizobium. Kedelai akan tumbuh dengan subur dan memuaskan jika ditanam pada tanah yang mengandung kapur dan tanah bekas ditanami padi. Kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah asal drainase dan aerasi tanahnya cukup baik. Tanah–tanah yang cocok yaitu, alluvial, regosol, grumusol, latotosol, dan andosol (Suhaeni, 2007).

Tanaman kedelai mempunyai dua periode tumbuh, yaitu periode vegetatif dan periode produktif. Tanaman kedelai tumbuh subur di daerah tropis, pada tempat terbuka dan tidak terlindung oleh tanaman liar, karena kedelai menghendaki hawa yang cukup panas. Kadar keasaman tanah yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman kedelai pada pH 5,0-7,0. Tanah dengan pH yang lebih besar dari 7,0 akan mengakibatkan klorosis, yaitu tanaman akan menjadi kerdil dan daunnya menguning. Pada tanah dengan pH kurang dari 5,0 akan mengakibatkan keracunan pada tanaman kedelai

2.4 Macam varietas

Varietas adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk dan pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakter atau kombinasi genotype yang dapat membedakan dengan jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami pertumbuhan. Secara botani, varietas adalah suatu populasi tanaman dalam satu spesies yang menunjukkan ciri berbeda yang jelas. Kedelai varietas lokal Grobogan telah sejak lama menjadi pilihan petani Jawa Tengah, khususnya petani Kabupaten Grobogan. Varietas lokal ini mempunyai keunggulan umurnya lebih pendek, polongnya besar, dan tingkat kematangan polong dan daun bersamaan, jadi pada saat dipanen daun kedelai sudah rontok. Keunggulan inilah yang menarik minat peneliti untuk memurnikan varietas ini. Pada tahun 2008, hasil pemurnian populasi lokal Malabar Grobogan ini dilepas dengan nama varietas Grobogan. Varietas kedelai dengan potensi hasil 3,40 t/ha ini telah diuji coba dengan rata-rata hasil 2,77 t/ha. BPTPI (Bank Pengetahuan Tanaman Pangan Indonesia) (2010).

2.5 Viabilitas benih

Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase kecambah benih atau daya tumbuh benih. Viabilitas benih merupakan daya kecambah benih yang dapat ditunjukkan melalui gejala metabolisme atau gejala pertumbuhan, selain itu daya kecambah juga merupakan tolok ukur parameter viabilitas potensial benih (Sadjad, 1994). Perkecambahan benih mempunyai hubungan erat dengan viabilitas benih dan jumlah benih yang berkecambah dari sekumpulan benih yang merupakan indeks viabilitas benih.

Konsep periodisasi viabilitas benih Steinbauer-Sadjad menerangkan hubungan antara viabilitas benih dan periode hidup benih. Periode hidup benih dibagi menjadi tiga bagian yaitu periode I, periode II, dan periode III. Periode I adalah periode penumpukan energi (energy deposit) dan juga merupakan periode pembangunan atau pertumbuhan dan perkembangan benih yang diawali dari antesis sampai benih masak fisiologis. Periode II merupakan periode penyimpanan benih atau penambatan energi (energy transit), nilai viabilitas dipertahankan pada periode ini. Akhir periode II adalah kritikal periode dua (KP-2) yang merupakan batas periode simpan benih, setelah KP-2 nilai viabilitas potensial mulai menurun sehingga kemampuan benih untuk tumbuh dan berkembang menurun. Periode II merupakan periode penggunaan energi (energy release).

Menurut Copeland dan McDonald (2001), viabilitas benih dapat diukur dengan tolok ukur daya berkecambah (germination capacity). Perkecambahan benih adalah muncul dan berkembangnya struktur terpenting dari embrio benih serta kecambah tersebut menunjukkan kemampuan untuk berkembang menjadi tanaman normal pada kondisi lingkungan yang menguntungkan. Viabilitas benih menunjukkan daya hidup benih, aktif secara metabolik dan memiliki enzim yang dapat mengkatalis reaksi metabolik yang diperlukan untuk perkecambahan dan pertumbuhan kecambah. Copeland dan McDonald (2001) juga menjelaskan bahwa kemungkinan besar viabilitas benih tertinggi terjadi pada saat masak fisiologi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi viabilitas benih yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal dapat mempengaruhi viabilitas benih yaitu kondisi lingkungan pada saat memproduksi benih, saat panen, pengolahan, penyimpanan, dan lingkungan tempat pengujian benih. Kondisi tersebut seperti kemasan benih, suhu, komposisi gas, dan kelembaban ruang simpan. Faktor internal yang dapat mempengaruhi viabilitas benih yaitu sifat genetik benih, kondisi kulit benih, dan kadar air benih.

 2.6 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk susulan pada Kualitas Benih

Upaya meningkatkan kualitas benih dapat dilakukan dengan banyak cara, antara lain teknik budidaya. Salah satu dari teknik budidaya yang tepat untuk meningkatkan produktivitas kedelai yaitu dengan melakukan pemenuhan kebutuhan unsur hara tanaman melalui pemupukan. Pemupukan pada tanaman kedelai dilakukan dua kali yaitu pemupukan dasar dan pemupukan susulan pada saat berbunga. Pupuk dasar diberikan agar hara yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman kedelai tercukupi sedangkan pupuk susulan diberikan agar tanaman tidak kekurangan hara saat memasuki fase generatif sehingga hasilnya tetap tinggi (Mugnisjah dan Setiawan, 2004).

Pemupukan susulan pada tanaman kedelai perlu dilakukan pada fase generatif. Saat tanaman memasuki periode pembungaan, pertumbuhan akar mencapai pertumbuhan maksimum seiring dengan pertumbuhan pucuk yang mencapai pertumbuhan maksimum sehingga dibutuhkan banyak unsur hara untuk pertumbuhan generatif seperti pengisian benih. Penambahan unsur hara ke tanaman dengan melakukan pemupukan susulan dalam jumlah yang cukup dapat memaksimalkan pengisian biji, sehingga viabilitas benih menjadi lebih baik (Adisarwanto, 2005).

Pemupukan susulan dapat diberikan dengan menggunakan pupuk tunggal atau pupuk majemuk. Pupuk tunggal hanya mengandung satu jenis unsur hara, sedangkan pupuk majemuk merupakan pupuk campuran yang mengandung lebih dari satu macam unsur hara tanaman (makro maupun mikro) terutama N, P, dan K (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Kelebihan pupuk majemuk yaitu dengan satu kali pemberian pupuk dapat mencakup beberapa unsur sehingga lebih cepat tersedia untuk tanaman dalam penggunaan bila dibandingkan dengan pupuk tunggal. Kelebihan lain penggunaan pupuk majemuk yaitu menghemat waktu, tenaga kerja, biaya pengangkutan, dan penyimpanan (Hardjowigeno, 2003).

Pemupukan NPK yang tepat dosis, tepat cara, tepat jenis, dan tepat waktu dapat membantu pertumbuhan dan produksi tanaman. Pemupukan tanaman dengan dosis yang tepat sesuai dengan kebutuhan tanaman tersebut dapat menghasilkan produksi yang optimum. Dosis pupuk N yang tinggi dalam tanah dapat meningkatkan kadar protein dan produktivitas tanaman kedelai. Pemupukan unsur N tanpa P dan K dapat menyebabkan tanaman mudah rebah, rentan terhadap serangan hama penyakit, dan menurunnya kualitas produksi. Pemupukan P secara terus-menerus tanpa melihat ketersediaan P dalam tanah yang sudah jenuh mengakibatkan tanggapan tanaman rendah terhadap pupuk P dan tanaman yang dipupuk P dan K tanpa disertai N, hanya mampu menaikkan produksi yang lebih rendah (Winarso, 2005).

Bentuk pupuk berpengaruh pada pertumbuhan dan produksi kedelai. Menurut Arryanto (2012), penggunaan pupuk yang berukuran kecil memiliki keunggulannya lebih mudah larut sehingga langsung mencapai sasaran atau target karena ukurannya yang halus serta hanya dibutuhkan dalam jumlah yang lebih sedikit. Salah satu cara mengubah bentuk atau ukuran pupuk yaitu dengan penggerusan pupuk. Lee (2010) juga menyatakan bahwa pemupukan tanaman harus dilakukan dengan tepat agar dapat memperkecil risiko kehilangan pupuk dan meningkatkan serapan hara oleh tanaman. Pemupukan yang baik dapat ilakukan dengan mengubah bentuk atau ukuran pupuk menjadi lebih kecil yang memungkinkan luas permukaan pupuk tersebut dengan tanah menjadi lebih luas sehingga lebih mudah larut dan unsur hara tersedia lebih banyak untuk dimanfaatkan tanaman untuk agar menghasilkan benih dengan viabilitas tinggi.

Dosis pupuk NPK juga mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kedelai yang lebih baik. Peningkatan pupuk NPK secara terus-menerus melebihi batas optimum mengakibatkan pertumbuhan dan hasil kedelai semakin menurun seiring dengan dosis pupuk yang diberikan. Dosis pupuk yang berlebihan juga dapat menjadi racun bagi tanaman. Avivi (2005) menyatakan bahwa pemupukan NPK dengan setengah kali dosis pupuk normal mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah polong isi per tanaman. Hasil penelitian Rusdi (2008) juga menunjukkan bahwa pemupukan NPK susulan pada saat berbunga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai berdasarkan variabel tinggi tanaman dan viabilitas benih.

2.7 Penyimpanan benih

Benih hasil panen tidak semuanya habis ditanam dalam satu periode penanaman, penyimpanan benih perlu dilakukan dengan baik agar dapat tahan lama dan kualitasnya tidak menurun. Faktor yang paling penting diperhatikan saat penyimpanan adalah benih harus dalam kondisi kering dengan kadar air kurang dari 14%. Tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas benih dalam periode simpan yang selama mungkin, agar benih dapat ditanam pada tahun-tahun berikutnya atau untuk tujuan pelestarian benih dari suatu jenis tanaman (Sutopo, 2002).

Penyimpanan benih merupakan salah satu penanganan pascapanen kedelai yang penting dari keseluruhan teknologi benih dalam memelihara kualitas benih. Menurut Harnowo et al. (1992), benih kedelai relatif tidak tahan disimpan lama, sehingga penyimpanan berpengaruh terhadap mutu fisiologis dari benih kedelai. Penyediaan benih dari dan untuk petani bagi musim tanam berikutnya sering harus mengalami penyimpanan terlebih dahulu, sehingga upaya merekayasa penyimpanan benih untuk memperoleh benih kedelai bermutu sangat diperlukan. Oleh karena itu perlu teknologi penyimpanan yang baik agar viabilitas benih tetap tinggi pada saat tanam sehingga diperoleh pertumbuhan dan hasil yang baik.

Viabilitas benih kedelai cepat mengalami kemunduran di dalam penyimpanan, disebabkan kandungan lemak dan proteinnya relatif tinggi sehingga perlu ditangani secara serius sebelum disimpan. Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah sifat genetik, daya kecambah dan vigor, kondisi kulit, dan kadar air benih awal. Faktor eksternal adalah kemasan benih, komposisi gas, suhu, dan kelembaban ruang simpan (Copeland dan McDonald, 2001).

2.8 Kemunduran benih

Benih adalah biji tanaman yang akan digunakan untuk perbanyakan tanaman secara generatif. Kemunduran benih dapat diartikan sebagai timbulnya kelainan sitologis dan fisiologis yang menyebabkan vigor benih menurun, menurunnya daya kecambah dengan cepat, rentangan lingkungan untuk tumbuh menjadi sempit serta tanamannya menjadi peka terhadap serangan hama dan penyakit, sehingga akhirnya produktivitas akan menurun. Menurut Sadjad (1994), kemunduran benih adalah mundurnya mutu fisiologis benih yang dapat menimbulkan perubahan menyeluruh di dalam benih; baik fisik, fisiologi, dan kimiawi yang mengakibatkan menurunnya viabilitas benih.

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju kemunduran benih selama penyimpanan dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup sifat genetik, daya kecambah dan vigor, kondisi fisik, kadar air benih awal, dan tingkat kematangan benih. Faktor eksternal adalah suhu, kelembaban ruang simpan, kemasan benih, dan kebersihan organisme (Copeland dan Donald, 2001).

Viabilitas benih yang diukur dengan peubah daya hantar listrik (DHL) akan lebih dini menunjukkan gejala kemunduran benih. Daya hantar listrik merupakan pengujian benih secara fisik yang mencerminkan tingkat kebocoran membran sel. Pengujian ini didasari pemikiran bahwa benih yang berkualitas rendah akan membocorkan bahan-bahan yang dikandungnya lebih banyak daripada benih yang berkualitas lebih baik. Kebocoran membran sel juga merupakan tempat kerusakan yang utama peristiwa deteriorasi benih. Bahan-bahan yang dikeluarkan benih pada peristiwa tersebut adalah K, Cl, gula, dan asam amino. Nilai daya hantar yang tinggi menunjukkan kebocoran metabolit benih yang tinggi, berarti benih tersebut memiliki kualitas yang telah menurun (Mattews dan Powell, 2006).

Uji daya hantar juga dapat digunakan untuk mendeteksi vigor benih dan daya simpan (DS) benih kedelai. Vigor benih dapat dideteksi secara dini dari membran sel yang dapat diukur melalui konduktivitas kebocoran benih. Benih yang memiliki kebocoran elektrolit tinggi dianggap memiliki vigor rendah, sedangkan yang kebocoran elektrolitnya rendah adalah benih bervigor tinggi (ISTA, 2007). Penyimpanan benih memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap daya hantar listrik benih. Semakin lama benih disimpan, nilai daya hantar listriknya semakin meningkat. Semakin meningkat DHL berarti bertambah banyak zat-zat yang terlarut dalam cairan rendaman benih (Ismattullah, 2003).

Varietas Agromulyo di Introduksi dari Thailand oleh PT. Nestle Indonesia tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan I Nomor galur warna hipokotil ungu warna epikotil warna bunga ungu bentuk daun warna daun Warna kulit pol masak warna biji kuning warna bulu coklat warna hilum biji tipe tanaman determinate tinggi tanaman 40 cm umur berbunga 35 hari umur polong masak 80-82 hari percabangan 3-4 cabang kerebahan tahan rebah bobot 100 biji : 16,0 g kandungan protein 39,4 % kandungan lemak 20,8 % daya hasil 1,5-2,0 t/ha rata-rata hasil kerebahan tahan rebah ketahanan terhadap penyakit toleran terhadap penyakit karat daun keterangan lain sesuai untuk bahan baku susu Pemulia : RPP. Rodiah, C.Ismail, Gatot Sunyoto, dan Sumarno. PPPTP, (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan) (2007).

Varietas kaba ini dilepas tahun 22 Oktober 2001 SK. Mentan No. 532/Kpts/TP.240/10/2001 Nomor induk MSC 9524-IV-C-7 asal silang ganda 16 tetua hasil rata-rata: 2,13 t/ha warna hipokotil ungu warna epikotil hijau warna kotiledon kuning warna bulu coklat warna bunga ungu warna kulit biji kuning warna polong masak coklat warna hilum coklat bentuk biji lonjong tipe tumbuh determinit umur berbunga 35 hari umur saat panen 85 hari tinggi tanaman 64 cm bobot 100 biji 10,37 g ukuran biji sedang kandungan protein 44,0% kandungan lemak 8,0% kerebahan tahan rebah ketahanan terhadap penyakit tagak tahan karat daun sifat-sifat lain polong tidak mudah pecah wilayah adaptasi lahan sawah pemulia M. Muchlish Adie, Soegito, Darman MA., dan Arifin. BPPP (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian) (2011).

 

 

 

 

BAB III

METODE PENELITIAN

 

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian studi literatur dengan mencari referensi teori yang relefan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan. Referensi teori yang diperoleh dengan jalan penelitian studi literatur dijadikan sebagai fondasi dasar dan alat utama bagi praktek penelitian ditengah lapangan.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Teknik yang dilakukan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini diantaranya yaitu :

3.2.1        Studi kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Berikut ini adalah bagan studi kepustakaan yang penulis lakukan dalam penelitian ini.

3.3      Tahapan Penelitian

3.3.1        Tahap persiapan

Pada tahap ini penulis mengumpulkan dan mempelajari buku-buku literatur yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti, melakukan pencarian data melalui media internet, mengumpulkan teori-teori yang menunjang penelitian.

3.3.2        Tahap pelaksanaan

Pada tahap ini, data yang telah dikumpulkan dijadikan korpus sebagai data mentah. Kemudian penulis menyusun literatur berdasrarkan kebutuhan pembahasan.

3.4 Metode Analisis Data

Data-data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis dengan metode analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis, tidak semata-mata menguraikan, melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyimpanan merupakan salah satu mata rantai terpenting dalam rangkaian kegiatan teknologi benih. Tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas benih dalam periode simpan yang sepanjang mungkin (Lita Sutopo, 1998). Sukarman dan Rahardjo (1994) bahwa tujuan penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan mutu fsiologis benih selama periode penyimpanan dengan menghambat kecepatan kemunduran benih (deteriorasi).

Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup sifat genetik, daya tumbuh dan vigor, kondisi kulit dan kadar air benih awal. Faktor eksternal antara lain kemasan benih, komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang simpan (Copeland dan Donald, l985).

Sifat genetik benih antara lain tampak pada permeabilitas dan warna kulit benih berpengaruh terhadap daya simpan benih kedelai. Penelitian terdahulu menemukan bahwa varietas kedelai berbiji sedang atau kecil umumnya memiliki kulit berwarna gelap, tingkat permeabilitas rendah, dan memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap kondisi penyimpanan yang kurang optimal dan tahan terhadap deraan cuaca lapang dibanding varietas yang berbiji besar dan berkulit biji terang (Mugnisyah, 1991). Sukarman dan Raharjo (2000), melaporkan bahwa varietas kedelai berbiji kecil dan kulit berwarna gelap lebih toleran terhadap deraan fisik (suhu 42oC dan kelembaban 100%) dibanding varietas berbiji besar dan berkulit terang.

Hasil penelitian Sukarman dan Raharjo (2000), menunjukkan bahwa varietas Cikuray (berbiji sedang, kulit berwarna hitam) dan varietas Tidar (berbiji kecil, kulit berwarna kuning) memiliki daya simpan yang lebih baik dibandingkan dengan varietas Wilis (berbiji sedang, berkulit kuning). Daya berkecambah benih varietas Cikuray dan varietas Tidar masih diatas 80% setelah lima bulan penyimpanan, sedangkan daya tumbuh benih varietas Wilis menurun hingga 60% setelah lima bulan penyimpanan.

Benih pada saat panen biasanya memiliki kandungan air benih sekitar 16% sampai 20%. Agar dapat mempertahankan viabilitas maksimumnya maka kandungan air tersebut harus diturunkan terlebih dahulu sebelum disimpan. Untuk benih yang berminyak seperti kedelai kandungan air benih untuk disimpan harus lebih kecil dari 11% (Lita Sutopo, 1998). Dalam batas tertentu makin rendah kadar air benih makin lama daya hidup benih tersebut. Kadar air yang terlalu tinggi dalam penyimpanan akan menyebabkan terjadinya peningkatan kegiatan enzim-enzim yang akan mempercepat terjadinya proses respirasi, sehingga perombakan bahan cadangan makanan dalam biji menjadi semakin besar. Akhirnya benih akan kehabisan energi pada jaringan-jaringannya yang penting. Energi yang terhambur dalam bentuk panas ditambah keadaan yang lembab akan merangsang perkembangan mikroorganisme yang dapat merusak benih.

Menurut Justice dan Bass (1994) meski sangat penting artinya untuk menurunkan kadar air benih hingga ketingkat yang aman untuk disimpan, namun bila kadar air terlalu rendah dapat membahayakan benih. Benih yang sangat kering sangat peka terhadap kerusakan mekanis serta pelukaan. Perusakan seperti itu dapat mengakibatkan bagian penting benih mengalami pecah-pecah atau retak sehingga benih tersebut peka terhadap serangan cendawan yang dapat menurunkan daya simpan. Selain itu menurut Harrington (1972), kandungan air benih dibawah 5% mempercepat kemunduran benih yang disebabkan oleh auto-oksidasi lipid di dalam benih. Sedangkan diatas 14%, akan terdapat cendawan gudang yang merusak kapasitas perkecambahan benih.

Suhu ruang simpan berperan dalam mempertahankan viabilitas benih selama penyimpanan, yang dipengaruhi oleh kadar air benih, suhu dan kelembaban nisbi ruangan. Pada suhu rendah, respirasi berjalan lambat dibanding suhu tinggi. Dalam kondisi tersebut, viabilitas benih dapat dipertahankan lebih lama. Kadar air yang aman untuk penyimpanan benih kedelai dalam suhu kamar selama 6-10 bulan adalah tidak lebih dari 11%. Menurut Harrington (1972), masalah yang dihadapi dalam penyimpanan benih makin kompleks sejalan dengan meningkatnya kadar air benih. Penyimpanan benih yang berkadar air tinggi dapat menimbulkan resiko terserang cendawan.

Benih memiliki sifat higroskopis, apabila disimpan pada kelembaban yang tinggi, benih akan menyerap uap air sampai kadar air benih seimbang dengan kelembaban ruang simpan. Sebaliknya bila benih disimpan pada kelembaban yang rendah, benih akan mengeluarkan uap air sampai antara benih dengan kelembaban disekitarnya tercapai keseimbangan. Pengaruh kelembaban secara tidak langsung dapat menyebabkan meningkatnya aktivitas mikroorganisme. Aktivitas mikroorganisme akan meningkat seiring dengan meningkatnya kelembaban ruang simpan. Di sisi lain, benih yang mempunyai kadar air tinggi akan melakukan respirasi dengan aktif, sehinga menyebabkan vigor benih dalam penyimpanan menurun.

Untuk memperoleh benih yang berkualitas, selain kelembaban dan suhu ruang simpan faktor kemasan pada saat penyimpanan juga merupakan faktor yang penting. Jenis kemasan yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap kualitas benih kedelai yang disimpan.

Menurut Didik Harnowo dan Joko Susilo Utomo (1990) bahan kemasan sangat menentukan terhadap ketahanan simpan. Bahan kemasan yang terlalu banyak berlubang dapat menyebabkan pertukaran udara dari luar ke dalam atau sebaliknya sangat besar, akibatnya kadar air benih pada bahan tersebut akan meningkat lebih cepat. Hal tersebut berimplikasi kemungkinan infeksi cendawan dari luar akan semakin tinggi. Sebaliknya bila digunakan bahan kemasan yang tertutup rapat atau kedap uadara, dapat menimbulkan kondensasi pada bagian dalam dinding, bahkan bila kadar air benih yang disimpan cukup tinggi akan mengakibatkan serangan cendawan yang tinggi.

Menurut Copeland dan Mc. Donald (1985) penggunaan kemasan sangat berperan dalam usaha mempertahankan viabilitas benih selama penyimpanan. Untuk penyimpanan benih efektifitas suatu kemasan ditentukan oleh kemampuannya mempertahankan kadar air benih dan viabilitas benih selama penyimpanan.

Materi kemasan dibagi menjadi tiga golongan yaitu :

1.      Kemasan kedap uap air seperti alumunium foil dan kaleng

2.      Kemasan yang resisten terhadap kelembaban seperti plastik dan

3.       Kemasan yang porus (sarang sempurna) seperti kain, karung goni dan kertas.

Menurut Sukarman dan Rahardjo (2000) kemasan dari kantong plastik lebih baik untuk mempertahankan daya simpan benih kedelai dibandingkan dengan kemasan dari kantong lain.

Hasil penelitian Setyastuti Purwanti (2004) menunjukan bahwa terdapat interaksi antara warna kulit dan suhu ruang simpan. Penyimpanan benih kedelai hitam dalam kantong plastik maupun kaleng pada suhu rendah dan tinggi sampai 6 bulan masih mempunyai daya tumbuh dan vigor yang tinggi (> 90%), hanya pada suhu tinggi sudah mulai menurun menjadi 80% dan berbeda nyata dengan kedelai kuning. Pada kedelai kuning dalam kantong plastik maupun kaleng setelah disimpan selama enam bulan, daya tumbuh dan vigor benihnya masih tinggi (>80%) pada suhu rendah. Pada suhu tinggi telah mulai menurun setelah disimpan 2 bulan dan pada akhir penyimpanan daya tumbuh turun sampai 41%. Hal ini disebabkan adanya perubahan kadar air benih telah naik sekitar 1 % dari kadar air awal mulai bulan keempat penyimpanan, perbedaan ini sangat berpengaruh terhadap kualitas benih

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

PENUTUP

 

5.1 KESIMPULAN

               Ketersediaan benih tepat waktu, tepat jumlah, tepat harga, tepat mutu, tepat lokasi dan tepat varietas harus terpenuhi agar penggunaan benih bermutu di tingkat petani tercapai dalam upaya peningkatan produksi kedelai. Penyimpanan benih merupakan salah satu penanganan pascapanen kedelai yang penting dari keseluruhan teknologi benih dalam memelihara kualitas atau mutu.

Tujuan utama  penyimpanan   benih   adalah  untuk   mempertahankan viabilitas benih dalam periode simpan yang sepanjang mungkin dan untuk mempertahankan mutu fsiologis benih selama periode penyimpanan dengan menghambat kecepatan kemunduran benih (deteriorasi).

Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup sifat genetik, daya tumbuh dan vigor, kondisi kulit dan kadar air benih awal. Faktor eksternal antara lain kemasan benih, komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang simpan.

Kadar air yang aman untuk penyimpanan benih kedelai dalam suhu kamar selama 6-10 bulan adalah tidak lebih dari 11%. Untuk memperoleh benih yang berkualitas, selain kelembaban dan suhu ruang simpan faktor kemasan pada saat penyimpanan juga merupakan faktor yang penting. Kemasan dari kantong plastic lebih baik untuk mempertahankan daya simpan benih kedelai dibandingkan dengan kemasan dari kantong lain.

 

 

 

 

                       

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, 2008. Budidaya Kedelai Tropika. Penebar Swadaya, Jakarta.

Anggasari, Popy. 2008.Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Impor Kedelai Indonesia.[Skripsi]. Program Studi Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.

Arsyad, S., 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor.

Avivi, S dan Ikrarwati. 2004. Mikropropagasi Pisang Abaca (Musa textillis Nee) Melalui Teknik Kultur Jaringan. Ilmu Pertanian. Vol. 11(2): 27-34.

Balibangtan. 2005. ”Prospek dan Arah Pengembangan. Agribisnis Kedelai”. Balibangtan, Departemen Pertanian Republik Indonesia.

Byrd, H.W. 1983. ”Pedoman Teknologi Benih”. Diterjemahkan oleh Emid Hamidin. PT. Pembimbing Masa. Jakarta.

Cahyono, Bambang. 2007. Kedelai, Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Semarang: C.V. Aneka Ilmu.

Copeland. L.O. dan M.B. Mc. Donald. 1985. “Principles of Seed Science and Technology”. Burgess Publishing Company. New York. 369 p.

Didik Harnowo dan Joko Susilo Utomo. 1990. “Penyimpaan Jagung Pipilan Pada Tingkat Kadarair Awal dan Jenis Bahan Pengemas yang Berbeda”. Risalah Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Balittan Malang Hal. 90 – 74.

Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Physiology of Crop Plants (Fisiologi Tanaman Budidaya, alih bahasa H. Susilo dan Subiyanto). Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah Ultisol. Edisi Baru. Akademika Pressindo, Jakarta.

Harnowo, D., Fathan Muhajir, M. Muchlis Adie dan Soleh Solahudin. 1992. “Pengaruh Cekaman Kekeringan Terhadap Hasil dan Mutu Kedelai”. Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan diBalittan Malang. Hal. 61 – 67.

Harrington, J.F. 1972. “Seed Storage and Longevity”, Seed Biology, Vol. III, In Ed Kozlowsky, T.T., Academic Press New York.

 Haryanto, 2012, http://belajarpsikologi.com/pengertian-media-pembelajaran/ diakses pada tanggal 15 maret  2017 pukul 14.47

Islami, T. dan W. H. Utomo, 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press, Semarang.

Justice, O.L. dan L.N. Bass. 1994. “Prinsip Praktek Penyimpanan Benih”. Diterjemahkan oleh Rennie Roesli. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Lita Sutopo. 1998. ”Teknologi Benih”. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Mugnisyah. W.Q. 1991. ”Strategi Teknologi Produksi Benih Kedelai untuk Mengatasi Deraan Cuaca Lapang”. Makalah Penunjang Seminar Nasional Teknologi Benih III. Univ. Padjadjaran Bandung. 10 p.

Mugnisjah.W.Q dan A. Setiawan. 2004. Produksi Benih. Bumi Aksara, Jakarta.

Rusdi & Nurlaela Isnawati. (2008). Awas! Anda bisa mati cepat akibat hipertensi & diabetes. Yogyakarta : Power Books (IHDINA)

Sadjad, S. 1994. Metode Uji Langsung Viabilitas Benih. Bogor. IPB

Setyastui Purwanti. 2004. “Kajian Suhu Ruang Simpan Terhadap Kualitas Benih Kedelai Hitam dan Kedelai Kuning”. Ilmu Pertanian 11(1) : 22 – 31.

Suhaeni. 2007. Menanam kacang tanah. Penerbit Nuansa. Bandung

Sukarman dan M. Rahardjo. 1994. “Mutu Fisiologis Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merr) Selama Masa Simpan di Dataran Tinggi”. Risalah Hasil Penelitian Tanaman Pangan 1 : 21 – 26. Balittan Bogor.

______________________. 2000. ”Karakter Fisik, Kimia dan Fisiologis Benih Beberapa Varietas Kedelai”. Buletin Plasma Nutfah 6 (2) : 31-36.

Syarifudin Baharsyah. 1990. ”Upaya Peningkatan dan Pengaturan Tataniaga Kedelai Menuju Swasembada Pangan dalam Menyongsong Era Tinggal Landas”. Proseding Seminar Sehari. Sekolah Tinggi Pertanian Tanjungsari. Sumedang.

Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava Media, Yogyakarta.

Viera. R.D., D.M. Tekrony, D.B. Egli and M. Rucker. 2001. “Electrical Conductivity of Soybean Seeds After Storage in Several Environments”. Seed Science and Technology., 29. 599


 

Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN PERTUMBUHAN KURVA JAGUNG

LAPORAN FISIOLOGI TUMBUHAN KURVA PERTUMBUHAN JAGUNG Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi Tumbuhan                         DISUSUN OLEH :   JONI KURNIAWAN                             D1A014082       PROGAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI 2016   1.      Judul Praktikum Kurva pertumbuhan jagung 2.      Prinsip teori   Suatu sifat fisiologi yang hanya dimiliki khusus oleh tumbuhan ialah kemampuannya untuk menggunakan zat-karbon dari udara untuk diubah menjadi bahan organik serta diasimilasikan di dalam tubuh tanaman. Peristiwa ini hanya berlangsung cukup cahaya dan oleh karena itu maka asimilasi zat-karbon disebut juga fotosintesis. Lengkapnya adalah bahwa fotosintesis atau asimilasi zat-karbon itu suatu proses di mana zat-zat anorganik H 2 O dan CO 2  oleh klorofil diubah menjadi zat organik karbohidrat dengan pertolon

makalah penanganan pasca panen tanaman pangan padi- universitas jambi

MAKALAH “PENANGAN PASCA PANEN DAN PEMASARAN TANAMAN PANGAN” DISUSUN OLEH : 1.          JONI KURNIAWAN                       D1A014082 2.          M. IQBAL KURNIAWAN              D1A014076 3.          ARIF TRIYONO                              D1A014103 4.          DHAMAYANTI SHINTA               D1A014101 5.          SAVITRI KHARUNNISA              D1A014113 6.          ESTER E. SIMANJUTAK             D1A014088 7.          IMAM WAHYUDI                           D1A014093 8.          AGNEYSA FARDISKA                 D1A014082 9.          M. MAULANA                                 D1A014099 10.      EKA ISMI FARIDA                                    D1A014104 PRODI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI 2014 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan benar, serta tepat pad

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU HAMA TANAMAN KACANG PANJANG

BAB I PENDAHULUAN   1.1      Latar Belakang Kacang panjang ( Vigna sinensis (L.))  merupakan komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan oleh petani. Beberapa kendala dalam meningkatkan produksi kacang panjang yaitu masih kurangnya minat petani untuk menanam kacang panjang sebagai tanaman utama, produktivitas masih rendah, dan harga yang fluktuatif. Selain kendala tersebut, kendala yang langsung dialami petani yaitu adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Badan Pusat Statistik (2012) menyatakan bahwa produktivitas kacang panjang pada tahun 2010 sebesar 489,449 ton, tetapi pada tahun 2011 produktivitas kacang panjang menurun menjadi 458,307 ton. Penurunan ini disebabkan karena adanya serangan hama dan penyakit. Hama penting pada kacang panjang adalah penggerek polong Maruca testulalis (Lepidoptera: Pyralidae). Hama yang dilaporkan menyerang kacang panjang antara lain, tungau merah Tetranychus bimaculatus , kutu kebul Bemisia tabaci , penggerek p