LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
KULTUR JARINGAN TANAMAN
“ Pengaruh Pemberian Air Kelapa Terhadap Pertumbuhan
Tanaman Anggrek (Dedrobium sp)
“
DISUSUN OLEH
1.
Indah puspita sari D1A012090
2.
Dewi irawati BS D1A014036
3.
Joni kurniawan D1A014106
4.
Ester evinora E. D1A014088
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2016
KATA PENGANTAR
Segala puji
bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya, terutama nikmat
kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
baik dan benar, serta tepat pada waktunya tanpa ada hambatan yang berarti.
Laporan ini merupakan
salah satu tugas mata kuliah kultur jaringan di program studi Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Laporan ini dibuat dengan berbagai sumber
pencarian informasi dalam jangka waktu tertentu sehingga menghasilkan karya
yang bisa dipertanggungjawabkan hasilnya. Penulis mengucapkan terimakasih
kepada pihak terkait yang telah membantu dalam menghadapi berbagai tantangan
dalam penyusunan karya ilmiah ini.
Dengan adanya
penyusunan laporan ini penulis berharap memberikan banyak manfaat tidak hanya
bagi penulis tapi juga bagi mahasiswa atau dosen lain sebagai pengkayaan
wawasan tentang materi terkait. Selain itu semoga dengan adanya laporan ini
dikemudian hari dapat digunakan sebagai referensi bagi siapa pun yang
berkepentingan.
Penulis menyadari
bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada laporan ini. Oleh karna
itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Terima kasih,
dan semoga laporan ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semua.
02 Desember 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
...............................................................................
DAFTAR
ISI
..............................................................................................
BAB
I. PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan ..............................................................................
1.2 Tujuan
........................................................................................
BAB
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Tanaman Anggrek .........................................................
2.2 Syarat Tumbuh
.........................................................................
2.3 Morfologi Tanaman Anggrek
...................................................
BAB
III. METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu ...................................................................
3.2 Alat dan Bahan
.........................................................................
3.3 Rancangan Penelitian
...............................................................
3.4 Pelaksaan
..................................................................................
BAB
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
..........................................................................................
4.2
Pembahasan ..............................................................................
BAB
V. PENUTUP
5.1
Kesimpulan
..............................................................................
5.2
Saran ........................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
...............................................................................
LAMPIRAN
GAMBAR
...........................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia terkenal sebagai negara yang memiliki
banyak spesies anggrek alam. Diperkirakan setengah dari spesies ini terdapat di
Papua, sedangkan 2.000 spesies lainnya terdapat di Kalimantan dan sisanya tersebar
di pulau-pulau lain di Indonesia (Lubis, 2010). Tanaman anggrek (Orchidaceae)
meliputi 25.000–30.000 spesies dan merupakan 10% dari jumlah tanaman berbunga
di dunia. Anggrek memiliki nilai ekonomi yang tinggi bila dibandingkan dengan
tanaman hias lainnya,
baik untuk bunga potong maupun untuk bunga pot. Iklim tropis
Indonesia selain
cocok untuk hidup anggrek juga sangat potensial untuk menghasilkan anggrek
alam yang bermutu (Bey et
al., 2006).
Anggrek dendrobium adalah salah satu genus anggrek
favorit bagi pecinta banyak anggrek. Hal ini dikarenakan anggrek ini mampu beradaptasi
dengan berbagai
kondisi
lingkungan tumbuh. Bahkan,
ditemukan
anggrek dendrobium tumbuh
dalam
lingkungan alam di gurun di Australia beriklim dingin di daerah Himalaya.
Selain itu anggrek dendrobium
memiliki kemampuan
menerima
langsung sinar matahari tanpa
membahayakan
dirinya dan selama musim
dingin,
Dendrobium membutuhkan air yang
sangat
sedikit. Jenis angrek ini merupakan salah satu jenis anggrek yang banyak
disukai konsumen, karena
bunganya tahan lama dan
tidak
mudah rontok, dengan bentuk danwarna bunga yang sangat bervariasi, serta mudah
dalam pengepakan untuk bunga potong. Teknik perbanyakan mikro yang merupakan
suatu bentuk aplikasi teknik kultur jaringan dan bertujuan untuk perbanyakan
tanaman telah terbukti sesuai untuk per-banyakan anggrek termasuk dendrobium.
Untuk memanfaatkan teknik ini secara optimal diperlukan penguasaan kondisi yang
tepat untuk pertumbuhan dan perkembangan anggrek secara in vitro.
Salah satunya adalah pemakaian media kultur dengan
kandungan komponen-komponennya yang tepat dan mampu merangsang perbanyakan protocormlike
bodies (PLB) ataupun tunas. Media merupakan faktor utama dalam
perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan
perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan secara umum sangat
tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar
pengaruhnya terhadap partum-buhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang
dihasilkannya. Air kelapa merupakan salah satu di antara beberapa persenyawaan
kompleks alamiah yang sering digunakan dalam kultur jaringan untuk perbanyakan
mikro anggrek. Penggunaan air kelapa sebagai bahan organik merupakan salah satu
cara untuk menggantikan
penggunaan
bahan sintetis yang dipakai dalam pembuatan media kultur, seperti kinetin.
Hal ini
disebabkan karena, buah kelapa yang mudah diperoleh dan harganya terjangkau
lebih murah dibandingkan bahan sintetis yang sulit didapat-kan dan harganya
yang relatif lebih mahal. Selain itu, keunggulan air kelapa juga sepadan dengan
bahan sintetis yang mengandung sitokinin atau merupakan hormon pengganti
sitokinin. Pemberian giberelin dan air kelapa pada perkecambahan bahan biji
anggrek bulan dengan konsentrasi 250 ml/l berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan perkecambahan biji anggrek bulan. Pertumbuhan tersebut dapat
dilihat saat munculnya daun, akar, dan tinggi kecambah. Ini menunjukkan bahwa
air kelapa dan giberelin berpengaruh positif terhadap perkecambahan biji
anggrek tersebut (Bey etal., 2006).
1.2
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
(1) Mempelajari pengaruh tingkat konsentrasi air kelapa
dalam media kultur in vitro terhadap pertumbuhan dan perkembangan
spesies anggrek D. anosmum, dan
(2) Mendapatkan konsentrasi air kelapa yang optimal
untuk perbanyakan spesies anggrek D. Anosmum melalui perbanyakan tunas
secara in vitro. Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh informasi
baru tentang pengaruh konsentrasi air kelapa untuk perbanyakan mikro tanaman anggrek
anggrek D. anosmum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani
Tanaman Anggrek
Dendrobium berasal
dari kata “dendros”
yang
berarti pohon dan “bios” yang berarti hidup. Dendrobium
dapat diartikan sebagai anggrek yang tumbuh di pohon yang masih hidup. Anggrek
ini memiliki sekitar 1.400 spesies yang tersebar di seluruh dunia, diantaranya
Jepang, Cina, India, Semenanjung Malaka, Indonesia, Pulau Papua, dan Australia
(Parnata, 2005).
Secara umum sistematika tanaman anggrek Dendrobium
menurut Yusnita (2010), dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Orchidales
Famili : Orchidaceae
Genus : Dendrobium
Spesies : Dendrobium sp
2.2 Ekologi dan distribusi
Berdasarkan cara
hidupnya, sebagian besar anggrek Dendrobium bersifat epifit. Anggrek Dendrobium
termasuk pola pertumbuhan simpodial, yaitu mempunyai pertumbuhan pseudobulb terbatas. Dendrobium dapat
berbunga beberapa kali dalam setahun. Tangkai bunganya panjang dan dapat
dirangkai sebagai bunga potong (Puchooa, 2004).
Genus Dendrobium
mempunyai keragaman yang sangat besar, baik habitat, warna bunga, ukuran daun
maupun bentuk pseudobulbnya. Spektrum
penyebarannya luas, mulai dari daerah pantai sampai pegunungan. Tumbuh baik
pada ketinggian 0 – 500 m dpl dengan kelembaban 70 – 80%. Tersebar di Sri
Lanka, Cina Selatan, India, Jepang ke selatan sampai Asia Tenggara hingga
kawasan Pasifik, Australia, Selandia Baru, dan Papua Nugini. Budidaya anggrek yang
paling mudah adalah yang berasal dari tempat asalnya (Waston, 2004).
2.2. Syarat Tumbuh Anggrek
Tanaman anggrek
memerlukan beberapa persyaratan tumbuh. Sebagian jenis anggrek, terutama Dendrobium sp. dapat tumbuh dan
berkembang tergantung pada faktor abiotik (komponen mati) bahkan beberapa jenis
anggrek sangat tergantung pada faktor biotik (lingkungan hidup). Kondisi
lingkungan yang optimal dibutuhkan oleh tanaman anggrek (Solvia dan Sutater,
1997).
Tanaman yang
kekurangan cahaya matahari, maka proses fotosintesis menjadi rendah, akibatnya
hasil fotosintesis dapat habis terombak oleh proses respirasi, sehingga tidak
ada sisa untuk pertumbuhannya. Suhu udara yang dibutuhkan oleh anggrek Dendrobium sp. yaitu 26oC – 30oC pada siang hari, 21oC pada malam hari, dengan daerah ketinggian 0 –
500 mdpl. Pertumbuhan anggrek membutuhkan kelembaban udara untuk pertumbuhannya
yaitu berkisar antara 70% – 80% (Waston, 2004).
Media tanam pada
tanaman anggrek berfungsi untuk menyimpan air serta berfungsi sebagai tempat berpijak
bagi akar dan hara tanaman bagi keperluan proses pertumbuhan tanaman.
Kelembaban media tanam sangat diperlukan oleh bibit tanaman, kelembaban yang
dibutuhkan harus tepat dan relatif konstan dengan cara menggunakan bahan media
yang mempunyai daya mengikat air yang tinggi. Widiastoety dan Santi (1997),
menyatakan bahwa terdapat beberapa persyaratan media tanam yang baik, yakni
mampu mengikat air dan zat-zat hara secara baik, tidak menjadi sumber penyakit,
tidak lekas melapuk, mempunyai aerasi baik, mudah diperoleh dalam jumlah yang
diinginkan dan relatif murah harganya.
2.3
Morfologi Tanaman Anggrek
Sebagian besar anggrek yang tergolong epifit
memiliki batang yang berbentuk bulb, oleh karena itu batang anggrek
disebut pseudobulb (batang semu). Berdasarkan jumlah ruas (internode),
batang semu anggrek dapat digolongkan menjadi dua, yaitu yang mempunyai banyak
ruas (tipe homoblastik) dan yang hanya mempunyai satu ruas (tipe
heteroblastik). Anggrek Dendrobium termasuk kedalam anggrek yang
memiliki batang semu homoblastik (Hew dan Yong, 2004).
Daun anggrek sangat beragam dilihat dari bentuk,
ukuran, dan ketebalannya. Kebanyakan anggrek mempunyai bentuk daun yang mirip
dengan daun tanaman monokotil lainnya, yaitu memanjang dengan tulang daun
sejajar dan tepi daun yang rata. Ketebalan daun anggrek digolongkan menjadi dua
yaitu tebal berdaging dan tipis. Daun yang tebal dijumpai pada jenis anggrek Dendrobium
(Yusnita, 2010).
Bentuk akar jenis anggrek sangat dipengaruhi oleh
habitatnya. Akar anggrek epifit sering kali merupakan akar udara atau akar
nafas yang menggantung bebas atau menempel pada tempat anggrek menempel. Akar
anggrek umumnya lunak dan mudah patah. Ujungnya meruncing, licin, dan sedikit
lengket. Akar anggrek mempunyai lapisan velamen yang bersifat berongga (spongy)
dan pada bagian bawahnya terdapat lapisan yang mengandung klorofil. Pada
anggrek simpodial, akar keluar dari dasar pseudobulb atau sepanjang
rhizoma (Hew dan Yong, 2004).
Bunga anggrek mempunyai bentuk, susunan, warna, dan
corak yang sangat beragam. Pada bagian bunga anggrek, terdapat infloresens bunga
terdiri dari poros malai bunga (axis) dan kuntum-kuntum bunga. Dalam
satu malai atau tandan bunga terdapat 1-40 kuntum bunga. Ukuran kuntum bunga
sangat bervariasi dari 2-3 cm hingga 10-15 cm. Kebanyakan bunga anggrek
merupakan bunga sempurna, yaitu mempunyai organ reproduksi jantan (androecium)
dan organ reproduksi betina (gymnoecium). Petal atau mahkota bunga
berjumlah tiga buah, dua diantaranya terletak berselangseling dengan kelopak
bunga, sedangkan yang terbawah mengalami modifikasi menjadi bibir bunga (labellum).
Sepal atau kelopak bunga juga berjumlah tiga buah, yang teratas disebut dengan
sepal dorsal, dan dua lainnya di bagian samping disebut sepal lateral. Di
bagian tengah bunga terdapat tugu bunga (column atau gynostemium)
yang merupakan organ reproduksi jantan dan betina (Yusnita, 2010).
Buah dari anggrek Dendrobium berwarna kuning
bila telah masak, memiliki bentuk bulat dengan tiga rusuk sejati. Biji-biji
dalam polong terkumpul di tiga rusuk sejati yang berjumlah 1.300-4.000.000 biji
dalam satu polong (Pierik, 1987). Bentuk polong buah anggrek dan waktu yang
diperlukan sejak pembuahan hingga buah masak bervariasi tergantung genus atau
spesies. Kebanyakan buah Dendrobium memerlukan waktu 3-3,5 bulan hingga
masak (Yusnita, 2010).
Menurut Hew dan Yong (2004), setelah terjadi
pembuahan maka ovari akan membesar dan akan membentuk polong. Pada polong buah
anggrek terdapat biji yang jumlahnya sangat banyak dan ukurannya sangat kecil.
Pierik (1987), menyatakan bahwa biji anggrek berukuran sangat kecil dengan
panjang 1-2 mm dan lebar 0,5-1 mm sehingga sering disebut dust seed.
Biji anggrek terdiri dari testa yang tebal (kulit biji) yang membungkus embrio,
embrio sendiri hanya terdiri dari 100 sel. Testa merupakan jaringan mati yang
berisi udara 96 %. Menurut Koch dan Schultz (1975) dalam Arditti (1992), bobot
biji anggrek Dendrobium per polong biasa lebih dari 500 mg per polong.
Biji anggrek relatif sulit untuk berkecambah karena di dalamnya tidak terdapat
endosperm. Di bagian distal embrio terdapat titik tumbuh potensial.
2.4 Perbanyakan Vegetatif Anggrek
Batang atau pseudobulb merupakan salah satu bagian
tanaman anggrek yang dapat digunakan dalam perbanyakan vegetatif. Cara yang
dapat dilakukan dalam metode perbanyakan vegetatif yaitu dengan pemisahan
anakan, pemisahan keiki dan kultur jaringan. Pada anggrek yang pertumbuhannya
memiliki tipe simpodial maka dapat dilakukan perbanyakan dengan pemisahan
anakan seperti : Dendrobium, Paphiopedilum, Cattleya dan Cymbidium. Anggrek
simpodial mempunyai rhizome yang
merupakan tempat tumbuhnya pseudobulb.
Apabila tanaman dalam kondisi sehat atau utuh serta rhizome pada tanaman terdapat minimal tiga sampai empat pseudobulb maka pseudobulb tersebut dapat dipisahkan. Pemotongan pseudobulb tersebut dilakukan dengan
menggunakan pisau steril dan penanaman dilakukan dalam masing-masing pot yang
terpisah (Rimando, 2001).
2.5. Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh
(ZPT) adalah senyawa organik bukan hara, dalam konsentrasi rendah dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. ZPT dapat dibagi menjadi
beberapa golongan yaitu golongan auksin, sitokinin, giberelin dan inhibitor.
Zat pengatur tumbuh yang tergolong auksin adalah indol asam asetat (IAA), indol
asam butirat (IBA), naftalen asam asetat (NAA) dan 2,4 dikhlorofenoksi asam
asetat (2,4-D). ZPT yang termasuk golongan sitokinin adalah kinetin, zeatin,
dan benziladenin (BA). Golongan giberelin misalnya GA1, GA2, GA3, GA4, dan golongan inhibitor adalah fenolik dan
asam absisik (Lestari, 2011).
Aplikasi ZPT
dilakukan dengan cara penyemprotan, yang sebelumnya dilarutkan dalam air
sehingga mudah diserap oleh tanaman. Pemberian atau penyemprotan ZPT dilakukan
ke seluruh bagian tanaman terutama daun. Menurut Santoso (2010), larutan ZPT
juga disemprotkan selain ke daun juga ke bagian akar dan media tanaman yang
kemudian diserap oleh tanaman melalui proses difusi dan osmosis.
Akar merupakan
bagian tanaman yang paling utama untuk menyerap hara karena secara anatomis
akar berfungsi untuk menyerap hara dan air. Air diserap melalui akar
bersama-sama dengan unsur-unsur yang terlarut di dalamnya, kemudian diangkut ke
bagian atas tanaman, seperti daun melalui pembuluh xilem. Sitokinin adalah
salah satu ZPT yang ditemukan pada tanaman yang merangsang terbentuknya tunas,
berpengaruh dalam metabolisme sel, merangsang pemecahan dormansi mata tunas dan
aktifitas utamanya adalah mendorong pembelahan sel (Lestari, 2011).
2.4 Kultur Jaringan
Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuh
kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan,atau organ dalam kondisi
aseptik secara in vitro. Teknik ini dicirikan oleh kondisi kultur yang
aseptik, penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan
zat pengatur tumbuh, serta kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaan yang
terkontrol. Awal terjadinya kegiatan teknik kultur jaringan dibuktikan adanya
teori totipotensi sel. Totipotensi (total potensi genetik) adalah setiap sel
tanaman yang hidup dilengkapi dengan informasi genetik dan perangkat fisiologi
yang lengkap untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman lengkap dalam kondisi
yang sesuai (Yusnita, 2003). Perbanyakan kultur jaringan harus menggunakan
jaringan-jaringan muda dan lunak, karena jaringan tersebut biasanya lebih mudah
berproliferasi dari pada jaringan berkayu atau jaringan yang sudah tua (Pierik,
1987).
Pengembangbiakkan tanaman secara kultur jaringan
terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya tahap 0, yaitu tahap seleksi tanaman
induk untuk eksplan agar diperoleh tanaman yang sehat dan bebas penyakit. Tahap
ke-1 yaitu tahap inisiasi atau pemantapan kultur aseptik. Pada tahap tersebut
eksplan yang berasal dari tanaman induk diisolasi ke media precondition,
yaitu media tanpa atau dengan penambahan zat pengatur tumbuh hingga diperoleh
eksplan yang bebas kontaminasi. Tahap ke-2 yaitu tahap perbanyakan tunas atau
produksi propagul. Ditahap ini eksplan dari media precondition akan
disubkultur pada media yang mengandung zat pengatur tumbuh untuk perbanyakan
tunas. Kemudian masuk ke tahap tiga yaitu, pemanjangan tunas dan perkembangan
akar, lalu dilanjutkan ke tahap 4 yaitu tahap aklimatisasi atau memindahkan planlet
ke lingkungan luar (Yusnita, 2003).
Penggunaan air kelapa tua kurang berdampak positif
karena kandungan zat hara dalam air kelapa tersebut tidak mencukupi bagi
kebutuhan tanaman atau kultur. Unsur hara tersebut telah digunakan untuk
pembentukan daging buah kelapa. Pada air kelapa mengandung ion-ion anorganik
(klorin, tembaga, magnesium, fosfat, kalium, sodium, dan sulfur), komponen
nitrogen, macam-macam asam amino, asam fosfat, enzim (katalase, dehidrogenase, diastase,
peroxidase, dan RNA polimerase), asam-asam organik vitamin (biotin, asam folik,
niasin, asam pentotenat, riboflavin, piridoksin, dan tiamin), gula (fruktosa,
glukosa, dan sukrosa), gula alkohol (mannitol, sorbitol, mio-inisitol, dan
skillo-inositol), dan hormon pertumbuhan (auxin, sitokinin, dan giberelin)
(Arditti dan Ernst, 1993). Namun demikian, semua bahan-bahan nutrisi baik
berasal dari senyawa anorganikmaupun senyawa organik tersebut di atas, tingkat
penyerapannya oleh tanaman atau planlet sangat berpengaruh oleh Ph media
itu sendiri. Untuk pertumbuhan planlet, Ph yang sesuai adalah 5-6,5
sedangkan apabila Ph terlalu rendah (<4,5) atau terlalu tinggi (>7) dapat
menghambat atau bahkan menghentikan pertumbuhan dan perkembangan kultur secara in
vitro (Pierik, 1987). Pengaturan Ph media kultur 5,7- 5,8 mampu menjaga
keseimbangan garam-garam dalam larutan dan kandungan fosfat lebih tinggi
(George, 2008).
2.5 Media Tanaman
Media merupakan faktor penentu dalam
perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung
dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya
terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga
bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon)
yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung
dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi
ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca.
Media yang digunakan juga harus disterilkan
dengan cara memanaskannya dengan autoklaf (Suryowinoto, 1991). Sebelum membuat
media, terlebih dahulu dilakukan pembuatan larutan stok. Larutan stok dibuat
dengan tujuan untuk memudahkan pengambilan bahan-bahan kimia khususnya yang
dibutuhkan dalam jumlah kecil, tak perlu sering menimbang karena hal ini kurang
praktis. Larutan stok disimpan di dalam lemari pendingin agar tidak mudah rusak
dan mencegah terdegradasinya bahan-bahan kimia oleh mikroba penyebab
kontaminasi. Pembuatan larutan stok harus dilakukan dengan cermat, sebab
larutan stok yang terlalu pekat akan mengalami pengendapan di lemari es, dan
larutan stok yang terkontaminasi tidak boleh digunakan lagi (Anonim2, 2012). Untuk memenuhi faktor pertumbuhan
tanaman, media kultur jaringan yang baik mengandung (Anonim, 2011) : 1.Hara
anorganik Ada 12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan
beberapa hara yang dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan in vitro. Untuk
pertumbuhan normal dalam kultur jaringan, unsur
– unsur penting ini harus dimasukkan dalam
media kultur.
2. Hara
organik Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan dapat
mensintesa semua kebutuhan bahan organiknya. Meskipun tanaman in vitro dapat
mensintesa senyawa ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin dalam
jumlah yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan satu atau lebih
vitamin mesti ditambahkan ke media. Thiamin merupakan vitamin yang penting,
selain itu asam nikotin, piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan. Selain
bahan organik tersebut, bahan kompleks seringkali ditambahkan, termasuk
ekstrak ragi, casein hydrolysate, air kelapa, jus jeruk, jaringan pisang, dan
lain– lain. Penambahan bahan kompleks ini menghasilkan media yang tak
terdefinisi. Dengan penelitian yang cukup, semestinya bahan kompleks ini dapat
diganti dengan zat tertentu, mungkin tambahan suatu vitamin atau asam amino.
3.Sumber karbon
Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan karena mereka tidak
cukup mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus ditambahkan ke dalam
media. Sumber karbon ini menyediakan energi bagi pertumbuhan tanaman dan
juga sebagai bahan pembangun untuk memproduksi molekul yang lebih besar
yang diperlukan untuk tumbuh. Biasanya sukrosa pada konsentrasi 1– 5%
digunakan sebagai sumber karbon tapi sumber karbon lain seperti glukosa,
maltosa, galaktosa dan laktosa juga digunakan. Ketika sukrosa diautoklaf,
terjadi hidrolisis untuk menghasilkan glukosa dan fruktosa yang dapat digunakan
lebih efisien oleh tanaman dalam kultur.
4.Agar Umumnya
jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel dengan
menggunakan agar atau pengganti agar sperti Gelrite atau Phytagel.Konsentrasi
agar yang digunakan berkisar antara 0.7 –1.0%. Pada konsentrasi tinggi
agar menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga difusi
hara ke tanaman sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi seperti Difco
BiTek mahal harganya tapi lebih murni, tidak mengandung bahan lain yang mungkin
mengganggu pertumbuhan.
5. pH Media biasanya diatur pada kisaran
5.6–5.8 tapi tanaman yang berbeda mungkin memerlukan pH yang berbeda untuk
pertumbuhan optimum. Jika pH lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi
terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar tidak dapat memadat. 6. Zat
Pengatur Tumbuh Pada media umumnya ditambahkan zat pengatur tumbuh. 7. Air
Distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan, dan banyak lab menggunakan
aquabides (air destilata ganda). Beberapa lab, dengan alasan ekonomi,
menggunakan air hujan, tapi ini menyebabkan sulit mengontrol kandungan bahan
organik dan non-organik pada media. 8. Pemilihan Media Jika tidak ada informasi
awal, biasanya mulai dengan media MS (Murashige dan Skoog 1962). Media ini
mengandung konsentrasi garam dan nitrat yang lebih tinggi dibandingkan media
lain, dan telah sukses digunakan pada berbagai tanaman dikotil. Untuk inisiasi
kalus, 2.4-D ditambahkan ke media dengan konsentrasi 1 – 5 mgL-1. Untuk multiplikasi tunas,
sitokinin seperti BAP ditambahkan dan juga diberi auksin, seperti NAA pada konsentrasi
yang rendah.Untuk inisiasi akar, IBA pada konsentrasi 1 –2 mgL-1
ditambahkan. Komponen media kultur yang lengkap adalah sebagai berikut : 1. Air
destilasi (aquades) atau air bebas ion sebagai pelarut atau solvent 2.
Hara-hara makro dan ikro 3. Gula (umumnya sukrosa) sebagai sumber energi 4.
Vitamin, asam amino dan bahan organic lain 5. Zat pengatur tumbuh 6. Suplemen
berupa bahan-bahan alami
BAB III
MOTODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum
Kultur Jaringan ini dilaksanakan di Laboratorim Bioteknologi Tanaman Fakultas
Pertanian, Universitas Jambi, Kampus Pinang Masak. Praktikum ini telah
dilaksanan rutin setiap satu kali seminggu yaitu pada hari Kamis jam 10.00 WIB
untuk shift 2. Pengamatan ini berlangsung dari tanggal ......... hingga .......
3..2 Alat
dan Bahan
3.2.1 Bahan
-
Ekspkan Anggrek
-
Media tanam
3.2.2 Alat
-
Lampu Bunsen
-
Alcohol 70%
-
Scapel
-
Pinset
-
Plastik PP
-
Botol Kultur
-
Karet Gelang
-
Laminar Air Flow Cabinet (LAF)
-
Kertas Label
3.3
Rancangan Penelitian
Percobaan
ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 5 perlakuan dan
10 ulangan sehingga terdapat 50 petak percobaan.
Perlakuan yang akan dicobakan adalah :
P0 = Tanpa pemberian air kelapa
P1 = 40 ml Larutan air kelapa / L
P2 = 80 ml Larutan air kelapa / L
P3 = 120 ml Larutan air kelapa / L
P4 = 160 ml Larutan air kelapa / L
3.4 Pelaksanaan
-
Mempersiapkan alat dan bahan media tanam
·
Sebelum
digunakan, alat dan bahan media disterilisasikan dulu kedalam LAF dengan sinar
UV salama 60 menit
-
Melakukan
penanaman kalus atau sub kultur
·
Cuci kedua
tangan dengan air sampai benar-benar bersih kemudian bersihkan lagi menggunakan
alkohol
·
Gunakan pelindung masker
·
Mempersiapkan
tanaman kalus
·
Matikan UV
pada LAF kemudian nyalakan lampu dan fan pada LAF
·
Bersikan
bagian-bagian dinding pada LAF menggunakan alkohol
·
Sterilisasikan
mulut botol dan tutup botol media tanam yang akan digunakan diatas api untuk
menghindari kontaminasi
·
Sterilisasikan
scalpel dengan membakar diatas api
·
Mengambil
kalus dan menanam dimedia berikutnya dengan menggunakan scalpel
·
Rendam
kembali scalpel yang telah digunakan kedalam alkohol
·
Sterilisasikan
lubang dan tutup botol media yang sudah ditanami kalus diatas api
·
Tutup botol
dengan rapat dan simpan di rak penyimpanan tanaman kultur
·
Matikan
lilin api spirtus dan bersihakan kembali permukaaan/dinding LAF menggunakan
alkohol
·
Tutup LAF
dan nyalakan UV
·
Melakukan
pengamatan 3 kali dalam satu minggu. Variabel yang diamati yaitu : waktu
munculnya akar, jumlah akar, jumlah tunas dan jumlah daun
·
Melakukan
perhitungan prosentase keberhasilan pada akhir pengamatan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Tabel
1. Hasil pengamatan Eksplan Kultur
Jaringan Anggrek
Perlakuan : P0A2
Tanggal |
Perlakuan |
Rata-rata Jumalah tunas |
Rata-rata hari Muncul akar |
Rata- rata Jumlah daun |
10 oktober 2016 |
P0 P1 P2 P3 P4 |
0,3 |
0 |
1,4 |
03 |
0 |
1,9 |
||
1,4 |
0 |
2 |
||
0,2 |
0,1 |
1,7 |
||
0,5 |
0,1 |
1,8 |
||
13 Oktober 2016 |
P0 |
0,5 |
0 |
1,8 |
P1 |
0,9 |
0,1 |
2,4 |
|
P2 |
1,8 |
0 |
2 |
|
P3 |
0,2 |
0,2 |
2 |
|
P4 |
0,8 |
0,1 |
2,2 |
|
16 oktober 2016 |
P0 P1 P2 P3 P4 |
0,9 |
0 |
2 |
1,2 |
0,1 |
2,6 |
||
2 |
0 |
2,4 |
||
0,8 |
0,3 |
2,4 |
||
1 |
0,1 |
2,8 |
||
19 Oktober 2016 |
P0 |
1,0 |
0 |
2,2 |
P1 |
1,1 |
0,1 |
2,9 |
|
P2 |
2,1 |
0 |
3 |
|
P3 |
1,1 |
0,2 |
2,6 |
|
P4 |
1,1 |
0,1 |
2,9 |
|
22 Oktober2016 |
P0 P1 P2 P3 P4 |
1,2 |
0,1 |
2,6 |
1,2 |
0,1 |
3,1 |
||
2,2 |
1 |
3,6 |
||
1,4 |
0,2 |
3 |
||
1,3 |
0,1 |
3,4 |
||
25 Oktober2016 |
P0 |
1,14 |
0,1 |
2,9 |
P1 |
1,3 |
0,1 |
3,5 |
|
P2 |
2,3 |
0,2 |
3,8 |
|
P3 |
1,8 |
0,3 |
3,3 |
|
P4 |
1,3 |
0,1 |
3,5 |
|
28 Oktober 2016 |
P0 P1 P2 P3 P4 |
1,5 |
0,1 |
3,1 |
1,8 |
0,1 |
3,6 |
||
2,5 |
0,3 |
3,3 |
||
1,9 |
0,3 |
3,8 |
||
1,8 |
0,1 |
4,1 |
01 november 2016 |
P0 |
1,8 |
0,1 |
3,5 |
P1 |
1,9 |
0,2 |
3,9 |
|
P2 |
2,6 |
0,4 |
3,9 |
|
P3 |
2,1 |
0,4 |
4,1 |
|
P4 |
2,0 |
0,1 |
4,8 |
|
04 November 2016 |
P0 P1 P2 P3 P4 |
1,9 |
0,2 |
3,6 |
2 |
0,3 |
4,2 |
||
2,4 |
0,4 |
3,7 |
||
2,1 |
0,4 |
4,2 |
||
2,1 |
0,1 |
4,9 |
||
07 November 2016 |
P0 |
2 |
0,2 |
3,9 |
P1 |
2,2 |
0,2 |
4,5 |
|
P2 |
2,5 |
0,5 |
3,7 |
|
P3 |
2,4 |
0,5 |
4,3 |
|
P4 |
2,1 |
0,1 |
4,9 |
Perlakuan P2A2 shift2 kelompok 3
Tabel Pengamatan Kultur Anggrek Minggu Pertama
Nomor Botol Kultur |
Waktu Muncul Tunas |
Jumlah Tunas |
Jumlah Akar |
Jumlah Daun |
1 |
10-10-2016 |
2 |
1 |
|
2 |
1 |
1 |
|
|
3 |
- |
- |
|
|
4 |
2 |
1 |
|
|
5 |
2 |
1 |
|
|
6 |
1 |
1 |
|
|
7 |
2 |
1 |
|
|
8 |
1 |
1 |
|
|
9 |
2 |
2 |
|
|
10 |
- |
- |
|
Tabel Pengamatan
Kultur Anggrek Minggu Kedua
Nomor Botol Kultur |
Waktu Muncul Tunas |
Jumlah Tunas |
Muncul Akar |
|
1 |
17-10-16 |
Lepas dari media |
- |
|
2 |
2 |
2 |
1 |
|
3 |
- |
- |
|
|
4 |
3 |
2 |
2 |
|
5 |
Kontaminasi |
|||
6 |
Kontaminasi |
|||
7 |
2 |
1 |
|
|
8 |
Kontaminasi |
|||
9 |
4 |
3 |
2 |
|
10 |
|
|
|
Tabel Pengamatan
Kultur Anggrek Minggu Ketiga
Nomor Botol Kultur |
Waktu Muncul Tunas |
Jumlah Tunas |
Jumlah Akar |
|
1 |
24-10-16 |
Lepas dari media |
- |
|
2 |
5 |
3 |
2 |
|
3 |
2 |
- |
|
|
4 |
3 |
3 |
2 |
|
5 |
Kontaminasi |
|||
6 |
Kontaminasi |
|||
7 |
5 |
2 |
2 |
|
8 |
Kontaminasi |
|||
9 |
Kontaminasi |
|||
10 |
5 |
2 |
2 |
Tabel Pengamatan
Kultur Anggrek Minggu Keempat
Nomor Botol Kultur |
Waktu Muncul Tunas |
Jumlah Tunas |
Jumlah Akar |
Jumlah Daun |
1 |
31-10-16 |
Lepas dari media |
- |
|
2 |
5 |
2 |
2 |
|
3 |
2 |
1 |
1 |
|
4 |
2 |
2 |
2 |
|
5 |
Kontaminasi |
|||
6 |
Kontaminasi |
|||
7 |
5 |
2 |
3 |
|
8 |
Kontaminasi |
|||
9 |
Kontaminasi |
|||
10 |
5 |
3 |
3 |
|
|
|
|
|
Tabel
Pengamatan Kultur Anggrek Minggu Kelima
Nomor Botol Kultur |
Waktu Muncul Tunas |
Jumlah Tunas |
Jumlah Akar |
Jumlah Daun |
1 |
07-11-16 |
Lepas dari media |
- |
|
2 |
5 |
3 |
3 |
|
3 |
3 |
2 |
3 |
|
4 |
2 |
2 |
3 |
|
5 |
Kontaminasi |
|||
6 |
Kontaminasi |
|||
7 |
5 |
3 |
3 |
|
8 |
Kontaminasi |
|||
9 |
Kontaminasi |
|||
10 |
5 |
3 |
3 |
|
|
|
|
|
Tabel Pengamatan
Kultur Anggrek Minggu Keenam
Nomor Botol Kultur |
Waktu Muncul Tunas |
Jumlah Tunas |
Muncul Akar |
|
1 |
14-11-16 |
|
|
Kontaminasi |
2 |
|
|
||
3 |
|
|
||
4 |
|
|
||
5 |
|
- |
||
6 |
|
- |
||
7 |
Lepas |
- |
||
8 |
|
- |
||
9 |
|
|
||
10 |
Lepas |
|
Pengamatan
Kuljar Tanaman Anggrek kelompok 5 shift 2
Perlakuan
= P4A2
Tanggal pengamatan |
No Botol |
Jumlah Tunas |
Jumlah Akar |
Jumlah Daun |
Keterangan |
10-10-2016 |
5,1 |
- |
- |
- |
Kontaminasi |
5,2 |
- |
- |
- |
Kontaminasi |
|
5,3 |
- |
- |
- |
|
|
5,4 |
- |
- |
- |
Kontaminasi |
|
5,5 |
- |
- |
- |
Kontaminasi |
|
5,6 |
- |
- |
- |
Kontaminasi |
|
5,7 |
- |
- |
- |
|
|
5,8 |
- |
- |
- |
|
|
12-10-2016 |
5,3 |
- |
- |
- |
|
5,6 |
- |
- |
- |
|
|
5,7 |
- |
- |
- |
|
|
14-10-2016 |
5,3 |
- |
- |
- |
|
5,6 |
- |
- |
- |
|
|
5,7 |
- |
- |
- |
|
|
17-10-2016 |
5,3 |
- |
- |
- |
|
5,6 |
- |
- |
- |
|
|
5,7 |
- |
- |
- |
|
|
19-10-2016 |
5,3 |
- |
- |
- |
|
5,6 |
- |
- |
- |
|
|
5,7 |
- |
- |
- |
|
|
21-10-2016 |
5,3 |
- |
- |
- |
|
5,6 |
- |
- |
- |
|
|
5,7 |
- |
- |
- |
|
|
23-10-2016 |
5,3 |
- |
- |
- |
|
5,6 |
- |
- |
- |
|
|
5,7 |
- |
- |
- |
|
|
24-10-2016 |
5,3 |
- |
- |
- |
|
5,6 |
- |
- |
- |
|
|
5,7 |
- |
- |
- |
|
|
26-10-2016 |
5,3 |
- |
- |
- |
|
5,6 |
- |
- |
- |
|
|
5,7 |
- |
- |
- |
|
|
28-10-2016 |
5,3 |
- |
- |
- |
|
5,6 |
- |
- |
- |
|
|
5,7 |
- |
- |
- |
|
|
31-10-2016 |
5,3 |
2 |
1 |
- |
|
5,7 |
- |
- |
- |
|
|
2 -11-2016 |
5,3 |
2 |
2 |
1 |
|
5,7 |
1 |
1 |
- |
|
|
4-11-2016 |
5,3 |
2 |
1 |
1 |
|
5,7 |
2 |
2 |
2 |
|
|
7-11-2016 |
5,3 |
3 |
2 |
2 |
|
5,7 |
2 |
2 |
2 |
|
|
9-11-2016 |
5,3 |
3 |
3 |
4 |
|
5,7 |
3 |
3 |
3 |
|
|
11-11-2016 |
5,3 |
4 |
4 |
4 |
|
5,7 |
4 |
3 |
3 |
|
|
14-11-2016 |
5,3 |
2 |
4 |
5 |
|
5,7 |
2 |
3 |
3 |
|
|
16-11-2016 |
5,3 |
5 |
5 |
6 |
|
5,7 |
4 |
4 |
4 |
|
4.2
Pembahasan
Penanaman ekplan anggrek ini
menggunakan media MS. Media yang digunakan adalah air kelapa. Berdasarkan tabel hasil pengamatan yang
diamati setiap minggunya didapatkan bahwa pada perlakuan 0 %tidak terdapat
eksplan yang mengalami kontaminasi , pada perlakuan 40ml, 80ml ,120ml,160ml
terdapat eksplan yang mengalami kontaminasi Kontaminasi ini kemungkinan
disebabkan kurang sterilnya praktikan dalam melakukan penanaman eksplan. Selain
itu juga dikarenakan alat yang digunakan tidak steril dan ruang kultur (ruang
penyimpanan) yang kurang produktif misalnya karena mati lampu yang cukup lama
sehingga penyinaran di dalam ruang kultur tidak optimal. Pada perlakuan 0% terlihat
bahwa pertumbuhan eksplan yang sangat baik. Pertumbuhan akar dan tunas dari
minggu ke minggu selalu menagalami perkembangan yang dinamis dibandingkan
dengan perlakuan konsentrat air kelapa , semakin tinggi tingkat konsentrasi air
kelapa tingkat pertumbuhannya terkesan lambat dan stagnan , tidak ada
pertumbuhan yang dinamis. Bahkan dari beberapa eksplan tampak tidak tumbuh
walaupun tidak dalam keadaan kontaminasi. Ciri dari kultur yang terkontaminasi yaitu pada agar (media tumbuh)
ditumbuhi oleh jamur yang berwarna putih dan ada pula yang berwarna hitam. Jika
telah terkontaminasi maka tidak ada lagi kemungkinan bagi kultur untuk tumbuh.
Sehingga untuk mencegah tidak terjadinya kontaminasi ini sebelum melakukan
penanaman eksplan alat-alat yang digunakan dan praktikannya harus dalam kondisi
yang benar-benar steril.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Keuntungan dari kultur jaringan
adalah menghasilkan tanaman baru yang bersifat unggul. Namun juga memiliki
kerugian yaitu biaya yang dikeluarkan terlalu banyak. Dari praktikum ini
penanaman eksplan anggrek lebih mudah dilakukan dan tumbuh dibandingkan dengan
kultur pisang dan kultur nanas.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, L.W.
1988.Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan.
PAU Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
Gunawan, LW. 1995. Teknik Kultur In Vitro Dalam Hortikultura. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Harjadi, S. S. 2009. Zat Pengatur Tumbuhan. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Hendaryono, D. P. S. dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur
Jaringan: Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara Vegetatif Modern.
Kanisius. Yogyakarta.
Nurhidayati, T., K. Nisak dan K. I. Purwani.
2012. Pengaruh Kombinasi ZPT NAA dan BAP pada Kultur Jaringan Tembakau Nicotina tabacum var. Prancak 95. J. Sains dan Seni Pomits. 1(1): 1-6.
Suyanti,
S., Supriyadei A. 2007. Pisang Budidaya Pengolahan dan Prospek Pasar. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Zulkarnain.
2009. Kultur Jaringan Tanaman : Solusi Perbanyakan Tanaman Budidaya. Bumi
Aksara, Jakarta.
Comments
Post a Comment