MAKALAH
“PENANGAN
PASCA PANEN DAN PEMASARAN TANAMAN HOLTIKULTURA”
DISUSUN
OLEH :
1.
JONI
KURNIAWAN D1A014082
2.
M.
IQBAL KURNIAWAN D1A014076
3.
ARIF
TRIYONO D1A014103
4.
DHAMAYANTI
SHINTA D1A014101
5.
SAVITRI
KHARUNNISA D1A014113
6.
ESTER
E. SIMANJUTAK D1A014088
7.
IMAM
WAHYUDI D1A014093
8.
AGNEYSA
FARDISKA D1A014082
9.
M.
MAULANA D1A014099
10. EKA ISMI FARIDA D1A014104
PRODI
AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
JAMBI
2014
KATA
PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang
telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan
kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan benar,
serta tepat pada waktunya tanpa ada hambatan yang berarti.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah pengantar
ilmu pertanian di program studi Agroekoteknologi fakultas pertanian universitas
jambi. Makalah ini dibuat dengan berbagai sumber pencarian informasi dalam
jangka waktu tertentu sehingga menghasilkan karya yang bisa
dipertanggungjawabkan hasilnya. Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak
terkait yang telah membantu dalam menghadapi berbagai tantangan dalam
penyusunan makalah ini.
Dengan adanya penyusunan makalah ini
penulis berharap memberikan banyak manfaat tidak hanya bagi penulis tapi juga
bagi mahasiswa atau dosen lain sebagai pengkayaan wawasan tentang materi
terkait. Selain itu semoga dengan adanya makalah ini dikemudian hari dapat
digunakan sebagai referensi bagi siapa pun yang berkepentingan.
Penulis menyadari bahwa masih sangat
banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karna itu penulis
mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Terima kasih, dan semoga karya
ilmiah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semua.
10 Desember , 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman Muka...................................................................................................... 1
Kata pengantar...................................................................................................... 2
Daftar Isi............................................................................................................... 3
Bab I (Pendahuluan)............................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang............................................................................................... 4
1.2 Rumusan
Masalah.......................................................................................... 4
1.3 Tujuan Masalah............................................................................................... 4 1.4Manfaat penulisan 4
Bab II ( Pembahasan )........................................................................................... 5
2.1 Ciri dan Umur panen mawar........................................................................... 5
2.2.Cara Panen...................................................................................................... 5
2.3 Periode Panen.................................................................................................. 5
2.4 Prakiraan Produksi.......................................................................................... 6
2.5 Tahap Pengumpulan........................................................................................ 6
2.6 Penyortiran dan Penggolongan....................................................................... 6
2.7 Penyimpanan................................................................................................... 7
2.8 Pengemasan dan pengangkutan...................................................................... 7
Bab III (Penutup).................................................................................................. 8
3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 8
3.2 Saran................................................................................................................ 8
Daftar Pustaka....................................................................................................... 9
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Kebanyakan pascapanen produk hortikultura segar sangat ringkih dan
mengalami penurunan mutu sangat cepat. Berbeda dengan bagian tanaman yang masih
melekat pada tanaman induknya yang mendapat suplay air dan nutrisi atau makanan
secara berlanjut, bagian tanaman yang telah dipanen atau dilepas dari tanaman
induknya tidak lagi mendapatkan suplai air dan makanan. Untuk aktifitas
hidupnya setelah panen, produk segar tersebut melulu menggunakan bahan yang ada
pada dirinya sendiri untuk bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang sering
diluar dari kondisi untuk dapat menjalankan fungsi metabolisme optimalnya.
Terdapat kisaran kondisi yang sempit padamana tanaman atau bagian tanaman dapat
menjalankan fungsi metabolismenya secara optimal. Bila tanaman ditempatkan pada
kondisi diluar dari kondisi optimalnya yang sempit, dia akan merupakan subjek
dari bentuk-bentuk stress (Kays, 1991). Walau sekarang ini merupakan bahan
tulisan dari beberapa buku, definisi yang tepat dari stress untuk bahan
biologis masih membingungkan. Umumnya, stress dilihat sebagai faktor lingkungan
yang mampu memicu atau merangsang suatu “strain potensial” atau
tekanan potensial yang menyebabkan kerusakan dalam sistem kehidupan. Lebih
spesifik, stress adalah faktor eksternal pada keadaan tertentu cenderung
mengganggu proses fisiologis normal dari organisme.
Dari pandangan Ahli fisiologi pascapanen hortikultura, Stress
adalah faktor eksternal yang menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan atau
merusak terhadap mutu jika tanaman atau bagian tanaman dihadapkan terhadap
stress pada lama waktu dan intensitas mencukupi. Dengan demikian, seperti
kondisi penyimpanan buah apel yang direkomendasi mewakili suatu stress, namun
dia juga mewakili kondisi optimum untuk mempertahankan mutu produk bagi ahli
fisiologi pascapanen. Untuk menentukan teknologi yang dilibatkan dalam
penanganan pascapanen produk hortikultura segar maka pertimbangan karateristik
fisiologis dan responnya terhadap kondisi lingkungan merupakan pertimbangan
utama disamping pertimbangan fisik, patologis, social-ekonomis serta
infrastruktur dan logistik pendukungnya (Utama, 2004).
Untuk
mengembangkan atau menerapkan teknologi penanganan pascapanen yang sudah
dikembangkan sering menghadapi kendala-kendala terutama untuk negara-negara
sedang berkembang seperti halnya di Indonesia. Pada tulisan ini didiskusikan
beberapa kendala pengembangan dan penerapan teknologi pasaca panen dampak keterlambatan
pengembangan teknologi pascapanen, usaha-usaha yang perlu dilakukan dan yang
dicoba serta sudah dilakukan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang
yang telah diuraikan diatas , maka permasalahan yang dibahas dalam rancangan
ini adalah , Proses pasca panen dan
pemasaran tanaman hortikultura
1.3 TUJUAN MASALAH
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian penulisan ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui Cara penanganan yang baik dan sesuai dengan standar
b. Mengetahui pemanfaatan tanaman hortikultura pasca panen
c. Mengetahui proses pemasaran tanaman hortikultura
1.4 MANFAAT PENULISAN
Manfaat dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuh
memenuhi tugas Pengantar ilmu pertanian. Selain itu, penulisan karya ilmiah ini
juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada masyrakat atupun mahasiswa
tentang proses pasca panen dan pemasaran tanaman hprtikultura
BAB II
PEMBAHASAN
Hortikultura berasal dari kata “hortus” (= garden atau kebun) dan “colere”
(= to cultivate atau budidaya). Secara harfiah istilah Hortikultura diartikan
sebagai usaha membudidayakan tanaman buah-buahan, sayuran dan tanaman hias.
Sehingga Hortikultura merupakan suatu cabang dari ilmu pertanian yang
mempelajari budidaya buah-buahan, sayuran dan tanaman hias. Sedangkan dalam
GBHN 1993-1998 selain buah-buahan, sayuran dan tanaman hias, yang termasuk
dalam kelompok hortikultura adalah tanaman obat-obatan. Ditinjau dari fungsinya
tanaman hortikultura dapat memenuhi kebutuhan jasmani sebagai sumber vitamin,
mineral dan protein (dari buah dan sayur), serta memenuhi kebutuhan rohani
karena dapat memberikan rasa tenteram, ketenangan hidup dan estetika (dari
tanaman hias/bunga)(Anonim, 2011)
Peranan hortikultura adalah :
a). Memperbaiki gizi masyarakat,
b) memperbesar devisa negara,
c) memperluas kesempatan kerja,
d) meningkatkan pendapatan petani, dan
e)pemenuhan kebutuhan keindahan dan kelestarian lingkungan.
Namun dalam kita membahas masalah hortikultura perlu diperhatikan
pula mengenai sifat khas dari hasil hortikultura, yaitu : a). Tidak dpat
disimpan lama, b) perlu tempat lapang (voluminous), c) mudah rusak (perishable)
dalam pengangkutan, d) melimpah/meruah pada suatu musim dan langka pada musim
yang lain, dan e) fluktuasi harganya tajam. Dengan mengetahui manfaat serta
sifat-sifatnya yang khas, dalam pengembangan hortikultura agar dapat berhasil
dengan baik maka diperlukan pengetahuan yang lebih mendalam terhadap permasalahan
hortikultura tersebut.
Kerugian yang terjadi pada produk hortikultura segar perlu diperhatikan
dengan mengetahui langkah-langkah yang benar pada tindakan panen dan
pascapanen. Kerugian meliputi hilangnya sebagian atau total, kehilangan
kualitas, kehilangan air, membusuk dan kerusakan fisik.
Hortikultura adalah komoditas yang akan memiliki masa depan sangat cerah
menilik dari keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya dalam
pemulihan perekonomian Indonesia waktu mendatang. Oleh karenanya kita harus
berani untuk memulai mengembangkannya pada saat ini. Seperti halnya
negara-negara lain yang mengandalkan devisanya dari hasil hortikultura, antara
lain Thailand dengan berbagai komoditas hortikultura yang serba Bangkok,
Belanda dengan bunga tulipnya, Nikaragua dengan pisangnya, bahkan Israel dari
gurun pasirnya kini telah mengekspor apel, jeruk, anggur dan sebagainya.
2.2 PASCA PANEN
Dalam bidang pertanian istilah pasca panen diartikan sebagai berbagai
tindakan atau perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian setelah panen
sampai komoditas berada di tangan konsumen. Istilah tersebut secara keilmuan
lebih tepat disebut Pasca produksi (Postproduction) yang
dapat dibagi dalam dua bagian atau tahapan, yaitu pasca panen (postharvest)
dan pengolahan (processing). Penanganan pasca panen (postharvest)
sering disebut juga sebagai pengolahan primer (primary processing)
merupakan istilah yang digunakan untuk semua perlakuan dari mulai panen sampai
komoditas dapat dikonsumsi “segar” atau untuk persiapan pengolahan
berikutnya Winarno (2001).
Umumnya
perlakuan tersebut tidak mengubah bentuk penampilan atau penampakan, kedalamnya
termasuk berbagai aspek dari pemasaran dan distribusi. Pengolahan (secondary
processing) merupakan tindakan yang mengubah hasil tanaman ke kondisi
lain atau bentuk lain dengan tujuan dapat tahan lebih lama (pengawetan),
mencegah perubahan yang tidak dikehendaki atau untuk penggunaan lain. Ke
dalamnya termasuk pengolahan pangan dan pengolahan industri.Gambaran umum
karakteristik komoditas hortikultura bersifat volumunios (membutuhkan tempat
yang besar) dan perishable (mudah rusak) sehingga dibutuhkan penanganan pasca
panen yang cepat dan tepat. Hal utama yang timbul akibat penanganan yang kurang
tepat dan cepat tersebut adalah tingginya kehilangan atau kerusakan hasil
(Dhalimi,1990).
Berbagai ragam proses selanjutnya diberikan seperti
pendinginan sebelum didistribusikan. Teknik pascapanen khusus terkadang
digunakan tergantung pada bagaimana produk tersebut dipersiapkan untuk pasar.
Faktor yang sebenarnya sangat penting berpengaruh
terhadap mutu keseluruhan produk hortikultura adalah waktu. Karena mutu
produk adalah puncaknya pada saat panen, semakin lama periode antara panen dan
konsumsi, maka semakin besar susut mutunya. Dengan demikian dalam
pendistribusiannya harus dilakukan dengan baik karena kerusakan mutu
berlangsung cepat.
2.3 Kematangan Produk Hortikultura
Kematangan suatu produk akan menentukan: Kematangan hortikultura
adalah berdasarkan pada mana produk telah mencapai stadia perkembangan tertentu
yang dapat memuaskan konsumen dalam penggunaannya.
Perlu adanya pembedaan yang jelas antara kematangan
fisiologis dan kematangan hortikultura. Untuk lebih jelasnya maka berikut ini
adalah definisi dari beberapa terminasi yang sering digunakan para ahli
dibidang pascapanen hortikultura.
·
Perkembangan (development): seri dari proses mulai dari awalnya pertumbuhan atau
inisiasi pertumbuhan sampai pada kematian tanaman atau bagian tanaman.
·
Pertumbuhan (growth): Peningkatan atribut-atribut (karakteristik) fisik dari tanaman
atau bagian tanaman yang berkembang.
·
Kematangan (maturation): Stadia perkembangan yang menuju pada tercapainya kematangan
hortikultura atau kematangan fisiologis.
·
Kematangan fisiologis (Physiological maturity): Stadia dari perkembangan pada mana tanaman atau bagian
tanaman sudah melalui pertumbuhan dan perkembangan alami yang memadai(dapat
meliputi pemasakan), mutunya paling tidak pada tingkat minimum untuk kebutuhan
konsumen.
·
Kematangan hortikultura (horticultu-ral maturity): Stadia perkembangan dimana tanaman atau bagian tanaman
mempunyai kondisi atau nilai yang dibutuhkan untuk maksud tertentu oleh
konsumen. Bebrbagai komoditi dapat matang secara hortikultura pada stadia
perkembangan yang berbeda (Gambar 2.2). Sebagai contoh, tauge (kecambah) adalah
matang secara hortikultura pada awal stadia perkembangannya, sedangkan
kebanyakan jaringan vegetatif, bunga, buah dan umbi-umbian mengalami kematangan
pada pertengahan stadia perkembangannya, dan pada kacang-kacangan dan
biji-bijian stadia kematangannya adalah pada akhir stadia perkembangan.
·
Pemasakan (ripening): Proses yang terjadi dari stadia akhir pertumbuhan dan perkembangan
sampai pada awal stadia pelayuan yang mengakibatkan timbulnya karakteristik
mutu. Diperlihatkan dengan adanya perubahan komposisi, warna, tekstur atau
atribut-atribut sensoris lainnya.
·
Pelayuan (senescence): Proses yang mengikuti kematangan fisiologis atau kematangan
hortikultura dan mengarah pada kematian jaringan.
2.4 Pemasaran Tanaman Hortikultura
Sistem distribusi suatu produk adalah tahapan-tahapan
bagaimana produk tersebut dipindahkan dari tempat tumbuhnya sampai ke konsumen.
Jumlah tahapan adalah bervariasi sesuai dengan produk dan pasar. Selama
pendistribusiannya melalui tahapantahapan tersebut, rantai pendinginan memegang
peranan penting untuk mengendalikan metabolisme produk dan juga mengendalikan
pertumbuhan organisme perusak. Sehingga selama penanganan pada
tahapantahapandistribusi hendaknya disediakan fasilitas bagaimana pendinganan
dapat dilakukan denganbaik. Dalam pendistribusian produk dengan rantai
pendinginannya, maka beberapahal yang seringmenyebabkan masalah terjadinya
susut dan penurunan mutu produk yang tinggi adalah:
a. Pemilihan yang kurang baik terhadap jenis produk
yang diproduksi (varietas yang salah
dengan masa simpan pendek dan kelewat matang)
b. Pemanenan pada stadia kematangan yang kurang tepat
(terlalu awal atau terlambat).
c. Salah penanganan terhadap produk selama periode
pascapanen (penanganan kasar, tidak
adanya atau kurangnya sortasi, grading, pengendalian
penyakit).
d. Tidak adanya manajemen suhu yang baik selama
perpindahan barang pada system
distribusinya (tanpa adanya pre-cooling, system
penyimpanan tanpa pendingin, transportasi
tanpa pendingin dan display pada saat retail yang juga
tanpa pendingin).
e. Kondisi penyimpanan yang kurang
f. baik (suhu yang salah, aliran udara yang tidak baik,
RH yang rendah, pengisian komoditi
yang bercampur dalam ruang penyimpanan).
g. Insulasi ruang penyimpanan dingin yang kurang baik.
h. Pengisian berlebih dari ruang penyimpanan.
i. Tidak adanya system untuk mengeluarkan gas etilen
atau menimbunnya gas CO2 selama
penyimpanan.
j. Kurangnya fasilitas alat transportasi yang
berpendingin.
k. Kurangnya pedagang retail yang mempunyai fasilitas
pendingin.
Sehingga perencanaan distribusi dari produk harus
mempertimbangkan berbagai aspek menyangkut perlakuanperlakuan pada setiap
tahapan dari rantai distribusi dan terutama ada tidaknya rantai pendinginan
yang baik mulai sesaat setelah panen sampai ke pasar retail atau ke konsumen.
A. Karakteristik Sistem Distribusi dan Rantai
Pendinginan
Sistem distribusi fisik produk hortikultura secara umum
yaitu mulai dari tahapan produksi, selanjutnya pengemasan, transportasi,
penyimpanan, pedagang besar, retail dan terakhir adalah konsumen. Laju
metabolisme produk selama distribusi sangat dipengaruhi oleh suhu. Jika
pengelolaan suhu produk adalah baik, mulai dari panen sampai produk tersebut diterima
oleh konsumen, maka masa simpan dan masa pasar akan dicapai secara
maksimum.Rantai pendinginan atau cold chain selama pendistribusian suatu
produk mulai dari sesaat setelah panen sampai produk diterima konsumen
menentukan sejauhmana mutu dapat dipertahankan dan sejauhmana masa simpan dan
masa pasar bisa
Pre-cooling produk hortikultura setelah panen untuk menurunkan suhu produk secepatnya
adalah bermaksud untuk menghilangkan panas lapang dengan cepat sehingga laju aktivitas
metabolism berlangsung sangat lambat. Penyimpanan dingin (cold storage)
lebih cenderung hanya berfungsi untuk mempertahankan suhu yang telah dicapai
saat pre-cooling.
Kemasan adalah sangat penting dalam memberikan fasilitas pendinginan
terhadap produk. Bahan kemasan seperti karton box haruslah cukup kuat dan
dilapisi oleh bahan anti air seperti lapisan lilin dengan ukuran box dan lobang
ventilasi yang sama bila digunakan untuk pre-cooling dan penyimpanan. Dengan
ukuran box yang sama akan memudahkan untuk penumpukan dengan arah lubang
ventilasi sedemikian rupa sehingga memudahkan sirkulasi udara dingin.
Transportasi produk selama distribusinya adalah merupakan mata rantai
pendinginan yang sangat penting. Sesederhana apapun alat transportasi,
pendingin akan sangat membantu mempertahankan kesegaran produk. Di negara-negara
sedang berkembang dimana truk pendingin terbatas keberadaannya, maka untuk
produk sayur-sayuran tertentu dapat dikemas bersama-sama dengan es kemudian
diangkut dengan truk tanpa pendingin. Untuk itu bahan kemasan haruslah
sedemikian rupa mampu mempertahankan es supaya tidak mencair dalamjangka waktu
lama. Contoh bahan kemasan seperti styrofoam boxes dapat dipergunakan dan mampu
mempertahankan es dalam jangka waktu lama. Namun demikian, sebelum produk dimasukkan
ke dalam kemasan bersama dengan es maka produk haruslah di precooling sampai
mendekati 0oC sehingga aktivitas respirasi, yang menghasilkan panas,
berlangsung lambat.
Kalau panas respirasi tinggi maka es yang digunakan
untuk menjaga suhu produk dalam kemasan akan cepat mencair.
Penyimpanan adalah merupakan satu bagian dari rantai distribusi produk
hortikultura.Untuk mendapatkan masa simpan optimal maka rantai pendinginan
tidaklah boleh terputus. Pada Seksi berikutnya pada Bab ini akan dibicarakan
tentang pentingnya mutu buah yang akandisimpan dan kondisi penyimpanannya.
Rantai pendingin akan menjadi kurang berarti bila satu mata rantainya atau
pendinginan terputus. Atau rantai pendinginan akan menjadi sangat lemah oleh
karena disebabkan oleh satu mata rantai pendinginan yang tidak baik.
B. Pengemasan Produk Hortikultura
1. Fungsi Kemasan
Pengemasan adalah aspek yang sangat penting untuk
keberhasilan pemasaran. Sebaik apapun mutu produk saat ditempatkan dalam
kemasan namun jika kemasan tidak berfungsi dengan baik maka produk tetap akan
mengalami kerusakan dengan cepat. Dua fungsi utama
kemasan adalah:
a. Untuk merakit produk ke dalam satu unit yang
memudahkan untuk penanganan
(Unitisasi).
b. Melindungi produk selama distribusi, penyimpanan dan
pemasaran (Proteksi). Pada awalnya kemasan kebanyakan dibuat untuk bahan
tanaman, seperti anyaman daun, cabang pohon, bamboo (Gambar 7.3) dan dirancang
untuk dibawa dengan tangan,dijinjing atau dipikul.
c. Sebagai pelindung produk dari kerusakan mekanis,
fisiologis dan/atau kerusakan biologis serta memberikan fasilitas untuk
komersialisasi produk. Sekarang ini, produk dikemas dengan berbagai jenis
kemasan yang terbuat dari kayu,karton, jute atau plastik, namun pengemasan
moderen dan untuk produk segar diharapkan memenuhi persyaratan atau kebutuhan
dasar. Untuk itu kemasan harus:
a. Mempunyai kekuatan mekanis yang memadai untuk
melindungi produk selama
handling, trasnsportasi dan saat ditumpuk.
b. Tidak dipengaruhi, dalam hubungannya dengan kekuatan
mekanis, oleh uap air atau
kelembaban yang tinggi.
c. Menstabilisasi dan mengamankan produk terhadap
pergerakan didalam kemasan selama
penanganan.
d. Tidak mengandung bahan kimia yang mungkin dapat
berpindah ke dalam produk dan
beracun terhadap produk atau manusia.
e. Sesuai dengan kebutuhan pasar dalam hubungannya
dengan berat, ukuran dan bentuk.
f. Memungkinkan untuk pendinginan secara cepat terhadap
produk di dalamnya dan/atau
memberikan insulasi yang baik dari panas luar.
g. Sebagai barier gas (seperti film plastik) dengan
permeabilitas memadai terhadap gas
respirasi untuk mencegah risiko karena kondisi
anaerobik.
h. Mudah dibuka atau ditutup dalam situasi pemasaran
tertentu.
i. Memberikan identitas dari produk, instruksi
penanganan dan membantu presentasi retail
melalui labeling yang baik.
j. Melindungi dari sinar (seperti untuk kentang) atau
harus transparan (seperti untuk
anggrek).
k. Memberikan kemudahan untuk membuangnya, penggunaan
kembali atau daur ulang.
l. Efektif-biaya dalam hubungannya dengan nilai dan
tingkat kebutuhan perlindungan dari
produk. Sekarang ini, keragaman dari jenis dan bentuk
kemasan semakin berkurang
Teknik Pasca Panen Page 10
karena adanya standarisasi kemasan. Adanya unitisasi
(seperti penggunaan pallet) dan penanganan mekanis (seperti penggunaan garpu
pengangkat) membuat standarisasi penting secara ekonomis.
2. Rancangan Kemasan
Kondisi dari tempat dimana kemasan tersebut akan
digunakan harus dipertimbangka sehingga rancangan dapat dibuat seteliti
mungkin. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam merancang kemasan,
untuk meyakinkan bahwa kemasan tersebut berfungsi dengan baik jika ditempatkan
pada sistem distribusi, adalah:
a. Kondisi lingkungan (khususnya kelembaban).
b. Ukuran
c. Bentuk
d. Kekuatan struktur
e. Berat dalam satu susun palet
f. Ekonomis
g. Modus dari transportasi
h. Jalur transportasi
i. Sistem penanganan
Ada dua grup parameter yang digunakan untuk
mengembangkan kemasan untuk produk hortikultura, yaitu Parameter struktur dan
fungsi. Parameter-parameter struktur. Jika kemasan nantinya akan
ditumpuk maka produk dihadapkan pada stress akibat penumpukan. Semakin tinggi
tumpukan dan semakinberat produknya, maka stress karena penumpukan akan semakin
tinggi. Stress karena tekanan ini harus menjadi bahan pertimbangan untuk
merancang kekuatan kemasan. Kekuatan dari kemasan plastik polistiren adalah
tinggi, namun kekuatan dari kemasan yang
terbuat dari karton (fibreboard) tergantung
pada:
a. Sumber dan mutu dari karton yang digunakan
b. Ketebalan karton
c. Panjangnya serat pada lembaran karton
d. Jarak antar korugasi ditengah lembaran karton
e. Lamanya waktu penggunaannya
dengan produk di dalamnya. Karton (fibreboard) adalah
terbuat dari tiga lembar lapisan; dua lembar halus pada bagian luar yang
direkatkan oleh lembaran korugasi bagian dalamnya.
Semakin sempit jarak antara
individu korugasi, maka kemasan semakin kuat. Perusahan pembuat kemasan
biasanya diminta untuk memproduksi kemasan sekuatmemungkinkan dengan harga
murah. Karton pemisah (devider) biasanya ditambahkan di dalam kemasan
untuk menahan berat sehingga meningkatkan kekuatan kemasan. Fibreboard adalah
menyerap uap air yang akan murunkan kekuatannya. Jika kemasanfibreboard ini
dibiarkan dalam udara lembab untuk periode waktu lama, maka dia harus dilapisi
lilin untuk mencegah penyerapan uap air. Pelapisan lilin berperan sebagai
barier uap air untuk fibreboard sendiri dan mencegah produk dari kehilangan air
dan menambah kekuatan kemasan. Namun ini akan menambah biaya digunakan. Ini
berhubungan dengan standard kemasan yang sesuai dengan standard pallet yang digunakan.
Kemasan harus menyesuaikan juga dengan kebutuhan pasar dalam hal ukuran, bahan
kemasan, dan bentuk atau jenis kemasan. Jika akan merancang kemasan baru, maka
semua biaya yang terlibat harus diperhitungkan dengan baik pada penggunaanya
dalam system distribusinya. Ini meliputi biaya bahan kemasan, tenaga kerja,
modifikasi dari sistem penanganan dan pengemasan dan kemungkinan terjadinya
perubahanperubahan pada produk. Pertimbanganpertimbangan ekonomis yang harus
diperhatikan adalah:
a. Biaya kemasan; biaya komponen kemasan, biaya pembuatannya, biaya bahan lainnya seperti
liners atau lapisan, trays atau lapisan tatakan buah biasanya berupa mangkokanmangkokan,
biaya penyimpanan dari komponen kemasan dan sebagainya.
b. Biaya pengemasan; adaptasi terhadap sistem distribusi mekanis, pengaruh terhadap operasi
pengemasan, pengaruhnya terhadap efisiensi tenaga kerja, jumlah tahapan pengemasan
yang diperlukan; biaya modifikasi fasilitas pengemasan.
c. Biaya penanganan; pengaruhnya terhadap efisiensi penumpukan diatas pallet, pengaruhnya
terhadap biaya strapping, tenaga kerja dan bahan, adaptasi dengan berbagai bahan
pallet dan substitusinya seperti trolleys.
d. Biaya pemasaran; pengaruhnya dengan densitas isian dalam ruang penyimpanan dan kendaraan
transport; tenaga dan peralatan khusus yang dibutuhkan untuk penanganan dan
adaptasi kemasan sebagai unit pajangan.
e. Biaya dari nilai produk; pengaruh kemasan dalam modifikasi kemunduran produk;
nilai reputasi “brand” berhubungan dengan penampilan kemasan.
3. Standardisasi Kemasan
Sekarang ini banyak sekali kemasan yang digunakan dalam
sistem distribusi. Beberapa mempunyai ukuran standard (cocok untuk pallet
standard 1165 mm2/ Standard Australia dan 120 x 80 cm atau 120 x 100 Cm untuk
standard Eropa). Kemasan yang tidak standard akan mengalami permasalahan dalam
distribusinya. Dengan banyaknya dimensi kemasan yang beredar, bentuk dan jenis
dalam sirkulasi jaringan distribusi lokal, antar propinsi dan internasional,
maka terjadi inefisiensi dan susut produk yang tinggi. Banyakkemasan tidak
sesuai untuk manajemen suhu yang baik atau kemampuan penanganan oleh tanaga
manusia. Akibatnya, susut produk adalah tinggi karena kerusakan mekanis dan cepatnya
kemunduran selama transpotasi. Keuntungan dari kemasan yang terstandarisasi
adalah:
a. Mudah dan cepat untuk penanganannya
b. Secara ekonomis memperbaiki efisiensi dengan
mengurangi penggunaan tenaga kerja
pada keseluruhan segmen sistem distribusi.
c. Memudahkan dalam pengisian kendaraan transport.
d. Lebih efektif dalam stabilisasi pengisian dan
pengaturan aliran udara dalam unit
transportasi terrefrigerasi.
e. Kompatibilitas dalam penumpukan
f. Mengurangi kerusakan mekanis
g. Penggunaan ruang secara maksimum.
C. Transportasi
Ada empat modus transportasi yang digunakan yaitu darat,
kereta api, udara dan laut. Modus
yang digunakan tergantung pada:
a. Pasar akhir
b. Biaya transport dan nilai produk
c. Waktu transit
d. Ketersediaan unit transportasi
e. Keringkihan produk
f. Volume produk yang akan ditransportasikan
g. Reliabilitas modus transport
Transport harus cepat dan reliabel atau konsisten bila
menangani produk ringkih seperti produk hortikultura. Susut secara langsung
maupun tidak langsung adalah sangat nyata dalam transportasi produk
hortikultura segar. Susut akan meningkat bila terjadi transit cukup lama,
penanganan kasar, dan manajemen suhu kurang baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil makalh ini dapat disimpulkan:
1. Sistem distribusi suatu produk adalah
tahapan-tahapan bagaimana produk tersebut
dipindahkan dari tempat tumbuhnya sampai ke konsumen.
2. Sistem distribusi fisik produk hortikultura secara
umum yaitu mulai dari tahapan produksi, selanjutnya pengemasan, transportasi,
penyimpanan, pedagang besar, retail dan terakhir
adalah konsumen.
3. Pengemasan adalah aspek yang sangat penting untuk
keberhasilan pemasaran.
4. Modus transportasi, Ada empat modus transportasi
yang digunakan yaitu darat, kereta api,
udara dan laut.
5. Untuk memaksimumkan potensi penyimpanan, tempatkan
produk hortikultura pada kondisi
penyimpanan optimum sesegera mungkin setelah panen.
B. Saran
Penulis menyadari yang bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan maka daripada itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan dari para pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hardenberg, R. E., Watada, A. E. and Wang, C. Y. 1986.
The Commercial Storage of Fruits,
Vegetables, Florist and Nursery Stocks. USDA Agric.
Handbook No. 66. USDA
Washington.
Thompson, A. K. 1995. Postharvest Technology of Fruit
and Vegetables. Blackwell Sci.
Wills, R. B. H.; McGlasson, B.; Graham, D. and Joyce,
D. Postharvest. An Introduction to the
Physiology and Handling of Fruit, Vegetables and
Ornamentals. 4th ed. The University of
New South Wales Press Ltd, Sydney. 1998; 262 pp.
Winrock International and US Agricultural Trade Office
Jakarta. 2000. Cold Chain Transportation
Survey for Eastern Indonesia.
Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable
Plant Products. An AVI Book, NY.
Kitinoja, L. 2001. Postharvest Handling of Fruits and
Vegetables: Intended for Cold Storage.
IARW India.
Story, A. and Simons, D. 1989. A.U.F. Fresh Produce
Manual – Handling and Storage Practices for
Fresh Produce. 2nd Ed. Australian United Fresh Fruit and
Vegetable Association Ltd.:
Fitzroy,
Vic.
Comments
Post a Comment